School of Information Systems

Customer Touchpoints

Apa itu Customer Touchpoints?

Customer touchpoints adalah setiap kali calon pelanggan atau pelanggan berhubungan dengan suatu brand, baik sebelum, selama, dan setelah membeli sesuatu dari brand tersebut. Beberapa contoh customer touchpoints antara lain, pelanggan dapat menemukan brand secara online, melihat rating dan ulasan, mengunjungi website brand tersebut, berbelanja di toko, atau menghubungi customer service. Mengidentifikasi touchpoints adalah langkah pertama untuk membuat customer journey map dan juga memastikan pelangaan puas terhadap pelayanan yang diberikan suatu brand:

  • Sebelumbagaimana pelanggan mengetahui tentang suatu brand? Misalnya melalui iklan, papan reklame, media sosial, online review, atau promosi dari mulut ke mulut.
  • Selama – channel mana yang digunakan dan apa yang brand tersebut lakukan? Misalnya, melalui website, toko cabang, atau pengiriman. Pelanggan juga dapat berinteraksi dengan seles assistant dan call center.
  • Setelahapa yang terjadi setelah penjualan? Hal ini termasuk faktur, cara pengembalian, product support, masa pakai produk atau layanan, newsletters, dan survei feedback dari pelanggan.

Apa yang Diharapkan Pelanggan dari Touchpoints? (optional)

Chris Ridson, Design Director dari Adaptive Path, menyarankan bahwa touchpoints harus dapat menyediakan pelanggan beberapa jenis interaksi berikut:

  • Misalnya, konteks interaksi dan konteks budaya yang diterapkan dalam interaksi memenuhi kebutuhan pelanggan atau pengguna.
  • Misalnya, fungsi yang dijalankan oleh interaksi memenuhi utility requirement pelanggan atau pengguna.
  • Misalnya, interaksi dianggap penting oleh pelanggan atau pengguna dan memiliki tujuan.
  • Misalnya, interaksi akan menciptakan beberapa bentuk ikatan dengan pelanggan atau pengguna.

Mengapa Kita Perlu Memahami Touchpoints?

Jika suatu brand ingin meningkatkan interaksi dengan pelanggan, kuncinya adalah untuk memahami apa itu interaksi dan di mana interaksi itu terjadi. Tanpa pemahaman tersebut, tidak mungkin untuk mengukur perbaikan apapun atau untuk melihat apakah perubahan yang dilakukan pada interaksi tersebut memiliki efek merugikan. Untuk itu, designer dapat merancang interaksi dengan memahami kebutuhan yang mendorong interaksi, dimana, serta kapan interaksi berlangsung. Hal ini terlihat jelas dalam mendesign aplikasi desktop dan mobile application.

Misalnya, suatu brand tahu bahwa ada resiko yang lebih tinggi dari pengguna smartphone yang akan terganggu secara terus menerus dibandingkan dengan pengguna desktop. Dengan demikian, interaksi di smartphone harus memiliki aspek recoverable yang lebih besar dibandingkan dengan pengguna desktop. Sebagai contoh, pengguna dapat kembali dan melanjutkan dari bagian yang mereka tinggalkan sebelumnya.

Sumber:

https://www.interaction-design.org/literature/article/customer-touchpoints-the-point-of-interaction-between-brands-businesses-products-and-customers#:~:text=Customer%20touchpoints%20are%20where%20customers,and%20customer%20journey%20mapping%20exercises
https://www.surveymonkey.com/mp/identify-customer-touchpoints/
https://www.qualtrics.com/au/experience-management/customer/how-to-understand-touchpoints-on-a-customer-journey-map/?rid=ip&prevsite=en&newsite=au&geo=ID&geomatch=au

Arvira