School of Information Systems

A STUDY AND EXPLORING A VOICE USER INTERFACE TO CONVEY INFORMATION IN AN E COMMERCE MOBILE APPLICATION FOR VISUAL IMPART USERS : M EDSEE 

Riset tersebut berfokus pada pembuatan desain VUI atau Voice User Interface untuk dapat membantu memudahkan navigasi dan aksesibilitas untuk yang tunanetra atau memiliki jarak pandang terbatas. Berdasarkan WHO (World Health Organization), populasi yang tunanetra mencapai 2,2 miliar di seluruh dunia pada tahun 2019. Beberapa kategori yang bisa diidentifikasi merupakan tingkat sensitif tinggi pada cahaya, pandangan yang kabur, dan hilangnya pandangan perifer. 

Tujuan dari riset adalah untuk menyelesaikan masalah, yakni ada 2, yaitu: 

  • Untuk mendesain dan mengembangkan website e-commerce untuk yang tunanetra 
  • Untuk mengintegrasi website e-commerce dengan AI yang dispesialisasi 

Beberapa ruang lingkup kerja telah ditetapkan untuk menspesifikasi riset yang dilakukan berdasarkan tujuan dan pernyataan masalah, yaitu website akan bisa digunakan oleh yang tunanetra maupun tidak. Dengan mempekerjakan alat AI yang menggunakan NLP (Natural Language Processing) untuk membantu pengenalan suara yang akan berkomunikasi dengan pengguna dengan cara yang layak. 

Beberapa metode akan diterapkan untuk menyediakan pemahaman yang lebih mendalam melalui definisi informatif dari metode tersebut dan berdasarkan relevansinya dengan penelitian. Metodologi utama yang paling sesuai untuk riset ini adalah Agile dikarenakan perencanaan pengelolaan yang inkremental, konstan, dan singkat. Terdapat 6 fase dalam metodologi Agile, yaitu: 

1.Kebutuhan 

Persyaratan yang diperlukan adalah untuk mengintegrasi AI ke dalam website e-commerce untuk bisa mengirim riset yang akan memenuhi kriteria tunanetra. 

Beberapa persyaratan lainnya berupa: 

  • Fungsionalitas. Sistem akan didesain untuk meningkatkan keandalan dan kemudahan penggunaan software. 
  • Performa. Sistem akan menunjukkan pesan pop-up untuk tiap transaksi yang berhasil. 
  • Biaya. Biaya dari riset tidak boleh melebihi RM 500 untuk tiap aplikasi AI. 
  • Kebutuhan Perangkat. Pengguna harus memiliki koneksi internet dan mikrofon untuk bisa menggunakan fitur yang tersedia.

2.Desain 

Prototipe UI/UX dibuat menggunakan Figma. Survei menunjukkan bahwa 87.5% responden menggunakan smartphone untuk berbelanja secara online, oleh karena itu digunakan model smartphone untuk desain. Dua pendekatan juga dilakukan, yaitu desain arsitektur dan desain visual, dimana desain software menggunakan React dan JavaScript, dan desain UI/UX menggunakan Figma. 

3.Perkembangan 

Website e-commerce dibangun dan dikerahkan menggunakan Visual Studio Code. Website e-commerce mengumpulkan data dari pengguna saat registrasi dan transaksi. Sistem juga digabungkan dengan program AI bernama Alan AI, yang menggunakan NLP sebagai asisten suara untuk pengenalan suara dan berkomunikasi dengan pengguna. 

4.Pengujian 

Setelah selesai, proses validasi dilakukan untuk memastikan fungsionalitas sistem dan untuk mengidentifikasi apabila ada kekurangan atau kesalahan yang terdapat sebelum menyediakan produk kepada pengguna, juga untuk memastikan kualitas software. Rangkaian ujian dijalankan juga memastikan bahwa kodenya bersih dan tujuan riset telah dipenuhi. 

5.Penyebaran 

Fase penyebaran dilakukan untuk memastikan bahwa sistem telah siap untuk digunakan dan fase pemeliharaan digunakan untuk mendeteksi dan mengatasi isu yang muncul selama fase sebelum dari proses Agile. Dilakukan juga tinjau balik dan masukan untuk menemukan dan mengatasi kesalahan yang muncul. Alat yang digunakan dalam pembuatan website tersebut adalah Visual Studio Code, AWS (Amazon Web Service), Alan AI, Lucidchart, Figma. Sebuah survei dijalankan dan 87,5% dari responden tidak menyadari adanya website e-commerce yang ramah bagi tunanetra, sementara 8,9% menyadarinya, dan sisa 3,6% tidak pasti, oleh karena itu ditunjukkan bahwa masalah tersebut perlu diatasi untuk membantu mereka yang tunanetra dalam melakukan pembelanjaan secara online. Sebuah survei juga dilaksanakan untuk memahami tingkat kesadaran dari masalah tersebut. Berdasarkan responden, 88% membalas bahwa mereka kurang sadar akan permasalahan tersebut, 50% membalas bahwa mereka yang tunanetra adalah minoritas, 36% membalas bahwa mereka percaya bahwa tidak ada campur tangan dari pemerintah membuat mereka tidak sadar akan permasalahan tersebut, dan sisa 20% percaya bahwa membuat website e-commerce untuk mereka yang tunanetra tidak praktis. 

Tujuan dari riset tersebut menunjukkan bahwa mendesain dan mengembangkan website e-commerce untuk mereka yang tunanetra dan terintegrasinya website e-commerce dengan AI yang dispesialisasi adalah sukses. Kedepannya, beberapa rekomendasi dapat dilakukan untuk membuat hasil riset menjadi lebih baik, rekomendasi pertama adalah dilaksanakan website tersebut di India, dimana mereka yang tunanetra adalah mayoritas, tidak terbatas juga untuk mendapatkan tinjau balik dan saran untuk bisa mengembangkan sistem menjadi lebih baik lagi. Riset yang lebih mendetail juga dapat dilakukan terhadap alat AI, rekomendasi terakhir adalah mengembangkan ambiguitas dalam Alan AI yang mungkin dapat menghadapi masalah membedakan leksikal, semantik, dan ambiguitas sintaksis. Panduan pengguna perlu disediakan untuk digunakan dalam riset ini karena AI tersebut baru. 

Sumber: https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=4440075  

 

Yakob Utama Chandra, Indie Gozal, Jason Jonathan Pekianto, Nelson, Adrian Rafa Hidayat, Andrew Lukas