School of Information Systems

Mengungkap Ekspektasi Pengguna yang Sebenarnya untuk Membangun Sebuah Arsitektur Informasi yang Berhasil melalui Card Sorting

Didalam pembentukan suatu user experience yang mampu memaksimalkan value bagi pengguna, UX designer perlu cermat dan teliti dalam membentuk suatu “pengalaman bagi pengguna” yang benar-benar diinginkan pengguna. Banyak kasus dimana pembentukan user experience yang dirancang oleh UX designer hanya memberikan “pengalaman” kepada pengguna dari segi modifikasi designnya saja. Misalnya suatu aplikasi yang designnya yang dibuat menjadi lebih menarik dengan berbagai tambahan warna, perubahan bentuk pada ikon, ataupun perubahan tata letak atau penempatan fitur dalam tampilan user interface dengan tujuan untuk pemberian value tambahan bagi pengguna yang padahal sebenarnya berbagai upaya tersebut sama sekali tidak memberikan value yang sebenarnya kepada pengguna. Seringkali, UX designer salah dalam menentukan pilihannya untuk memodifikasi user interface aplikasi yang digarapnya, banyak dari mereka yang berpikir bahwa dengan mengubah atau memodifikasi sedikit dari tampilan tersebut akan membuat pengguna menjadi tertarik dengan aplikasi terkait. Padahal kenyataannya, banyak dari perubahan pada tampilan desain tersebut yang sebenarnya tidak berefek sama sekali terhadap keperluan pengguna, bahkan malah terkadang akan menyulitkan pengguna. Kesalahan dalam proses perancangan ulang tersebut merupakan suatu hal yang bisa dibilang cukup fatal akibatnya. Pengguna mungkin akan langsung beralih ke aplikasi lain yang dinilai lebih “berguna” dan tidak menyulitkan mereka.

Untuk menghindari adanya kesalahan dalam penentuan desain ataupun bentuk dari suatu rancangan aplikasi yang diharapkan akan dapat memberikan “user experience” yang bernilai bagi pengguna, seorang UX designer tidak perlu terlalu detail memikirkan mengenai bagaimana desain yang sesuai yang akan diminati pengguna. Seringkali para UX designer berpikir terlalu jauh atau terlalu detil sampai melupakan esensi utama dari dibentuknya rancangan user experience yang sebenarnya. Esensi dari rancangan user experience yang akan dikerjakan oleh UX designer adalah penyampaian nilai bagi pengguna dan pemberian suatu pengalaman pengguna yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya, atau bahkan belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Kedua hal tersebut mengindikasikan bahwa untuk menjadi seorang UX designer yang berhasil, maka UX designer harus utamanya mampu menyampaikan nilai kepada pengguna. Nilai yang dimaksud ialah dalam artian pengalaman pengguna yang nantinya akan diberikan oleh rancangan aplikasi tersebut dan akan dirasakan oleh pengguna yang sesuai dengan kebutuhan pengguna dan mampu mengatasi permasalahan pengguna. Nilai tersebut juga bisa dalam bentuk penyampaian user experience yang tentunya efektif dan tidak menyulitkan pengguna. Nilai lebihnya lagi adalah jika UX designer mampu untuk menciptakan sebuah inovasi design terbaru yang sesuai dengan kebutuhan pengguna, simple, dan belum pernah dijumpai di tempat lain sehingga pengguna benar-benar merasakan pengalaman baru.

Sederhananya sebelum mengerjakan rancangan user experience, utamanya UX designer perlu fokus terlebih dahulu pada kebutuhan dari pengguna. UX designer harus bisa mengidentifikasi kebutuhan dan permasalahan apa yang dimiliki pengguna serta harus mencari solusi yang dituangkan dalam rancangan design user experience. Didalam proses identifikasi ini pula, UX designer perlu untuk memperhatikan rentang usia target pengguna serta cermat dalam menentukan desain yang nantinya akan diaplikasikan sehingga desain tersebut mampu diterima dan sesuai oleh target pengguna. Dalam membentuk sebuah rancangan user experience yang berhasil, UX designer harus memperhatikan keseluruhan hal tersebut, mulai dari kebutuhan, fungsi, dan estetika untuk bisa memberikan nilai yang sebenarnya bagi pengguna.

Ketiga hal tersebut sebenarnya dapat diperoleh secara mudah oleh UX designer tanpa harus melalui berbagai kesulitan yang berarti. Biasanya, metode perolehan informasi yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginan pengguna dapat dilakukan dengan menyelenggarakan kuisioner ataupun interview kepada calon pengguna, namun kedua metode tersebut dinilai belum mampu mengungkap ekspektasi kebutuhan dan keinginan pengguna yang sebenarnya. Lantas, apakah ada metode yang dapat digunakan untuk mengungkap ekspektasi pengguna yang sebenarnya? Tentu ada. Metode tersebut adalah card sorting. Card sorting merupakan sebuah teknik penelitian UX dimana pengguna akan diminta untuk mengorganisasikan berbagai topik kedalam beberapa kelompok. Metode ini kerap dinilai berguna untuk mengembangkan arsitektur informasi yang dinilai mampu melengkapi kebutuhan dan menyelesaikan segala persoalan target pengguna. Mengapa metode ini mampu membangun sebuah arsitekur informasi yang memadai dan mampu menunjang semua kebutuhan pengguna? Didalam artikel iniakan dibahas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Metode Card Sorting dilakukan dengan mengharuskan UX designer mempelajari kebiasaan sekelompok target pengguna dengan membiarkan mereka mengelompokkan berbagai topik kedalam beberapa kelompok kriteria. Metode ini mengharuskan UX designer untuk mengarahkan target pengguna untuk menuliskan label pada sebuah kategori kelompok produk yang dikelompokkannya. Gambaran jelasnya ialah Anda sebagai seorang UX designer ingin membuat rancangan design website sebuah perusahaan tas wanita. Perusahaan tas wanita tentunya memiliki berbagai jenis, tipe, ukuran serta kualitas tas yang berbeda-beda untuk masing-masing produk yang diperjual belikan. Pada umumnya, perusahaan akan mengategorikan tas-tas tersebut menjadi, tas sekolah, tas gaya, ataupun tas mewah. Namun, tahukah Anda bahwa terkadang pengelompokan yang dilakukan oleh perusahaan tidak sesuai dengan apa yang diketahui pengguna? Pengguna biasanya tidak mengetahui apa perbedaan dari ketiga kategori tersebut sehingga pengelompokkan yang didasarkan pada keinginan perusahaan akan menyulitkan pengguna untuk mencari produk tersebut. Kesulitan tersebut akan menambah jumlah waktu yang diperlukan pengguna, dan biasanya pengguna kurang menyukai kondisi kesulitan tersebut. Oleh karena itu untuk menghilangkan adanya kemungkinan tersebut, perusahaan bisa menerapkan metode penelitian card sorting yang akan memfasilitasi perusahaan untuk bisa mengetahui bagaimana pengelompokan produk yang seharusnya dilakukan untuk bisa menyesuaikan target pengguna dan memperoleh pola tertentu dari hasil penelitian tersebut. Metode ini juga kerap dapat menjadi salah satu cara yang dilakukan perusahaan untuk mengungkap ekspektasi yang dimiliki oleh pengguna terhadap desain user experience yang dapat membantunya memenuhi kebutuhannya dan sesuai dengannya. Ekspektasi tersebut akan menunjukkan bagaimana sebuah “mental model” pengguna yang sebenarnya sehingga perusahaan mampu mengembangkan skema perusahaan yang dapat melengkapi kebutuhan tersebut. Card sorting merupakan salah satu cara yang baik untuk digunakan karena melalui card sorting, perusahaan akan dapat memperoleh gambaran hal apa yang sesuai dengan pengguna, bukan sesuai dengan perusahaan.

Proses pelaksanaan card sorting dilakukan dengan mula-mula menentukan berbagai topik yang nantinya akan merepresentasikan konten utama dari rancangan user experience yang dimaksud. Topik-topik tersebut biasanya berisi sekitar 40-80 produk yang akan dituliskan pada setiap kartu indeks. Lalu selanjutnya target pengguna diminta untuk mengelompokkan topik-topik tersebut kedalam kelompok. Target pengguna akan diminta untuk menumpukan kartu tersebut kedalam kategori-kategori yang sebelumnya telah dibentuk oleh mereka. Salah satu kunci penting adalah lebih baik perusahaan mengizinkan target pengguna untuk tidak memilih jika memang pengguna tidak bisa menentukan pilihannya daripada malah memaksa dan berakhir menjadi salah. Selain itu, penting pula menekanan bahwa pilihan pengguna boleh diubah jika memang berubah pikiran, dan kesalahan patut dinormalisasi. Setelah dilakukan pengelompokkan, UX designer meminta target pengguna untuk memberikan nama pada setiap kategori pengelompokan tersebut. Pada proses inilah akan terungkap bagaimana mental model pengguna yang sebenarnya dimana mental model tersebut tentunya telah sesuai dengan ekspektasi dan preferensi pengguna. Langkah terakhir adalah menanyakan kepada pengguna hal-hal terkait dengan proses yang telah dilakukan sebelumnya, mulai dari adakah kesulitan yang dialami, adakah produk yang seharusnya bisa dikedua kategori, ataupun hal yang berkaitan dengan produk yang tidak bisa dikategorikan oleh mereka. Keseluruhan langkah tersebut harus diaplikasikan kepada banyak target pengguna agar perusahaan bisa menemukan pola mental model yang sebenarnya, apakah ada kesamaan pola untuk bisa membentuk sebuah rancangan user experience yang mampu menunjang ekspektasi pengguna, sehingga mampu membentuk suatu asitektur informasi yang berhasil.

Card sorting dapat mengungkap bagaimana ekspektasi pengguna yang sebenarnya sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengerti bagaimana pengguna berpikir mengenai konten perusahaan karena metode ini lebih didasarkan pada sudut pandang pengguna, bukannya sudut pandang perusahaan. Dengan mengetahui bagaimana ekspektasi pengguna yang sebenarnya terkait dengan konten perusahaan, maka perusahaan dapat membentuk suatu rancangan design user experience yang sesuai dengan mental model target pengguna sebagai pembentuk suatu arsitektur informasi yang berhasil.

REFERENSI

Sherwin, K. (2018) Card Sorting: Uncover Users’ Mental Models for Better Information Architecture. https://www.nngroup.com/articles/card-sorting-definition/

Anderson, N. How to Conduct An Effective Card Sort: A Comprehensive Guidehttps://www.experienceux.co.uk/faqs/what-is-card-sorting/

Pandey, S. (2019). Card Sorting — what, how & the perks. https://uxdesign.cc/card-sorting-what-how-the-perks-29f6cb020270

Experience UX. What is Card Sorting?. https://www.experienceux.co.uk/faqs/what-is-card-sorting/

Usability.gov. Card Sorting. https://www.usability.gov/how-to-and-tools/methods/card-sorting.html

Lidya Nathalie, Ferdianto