Mengenal Digital Stress: What Could Happen in Digital Live?
Di era yang serba digital ini, hampir setiap aspek kehidupan kita terpengaruh oleh teknologi. Dari cara kita bekerja hingga cara kita berinteraksi secara sosial, teknologi telah membawa banyak kemudahan. Seiring semakin terintegrasi teknologi digital dalam kehidupan kita, dampaknya terhadap kesehatan kita semakin terlihat jelas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sementara teknologi ini menawarkan konektivitas dan akses informasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, mereka juga membawa potensi risiko kesehatan. Sebagai contoh, studi oleh Karsay et al. (2019) menunjukkan bahwa penggunaan perangkat digital seperti smartphone dan komputer dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk stres, depresi, kecemasan, dan gangguan tidur. Temuan ini penting untuk memahami bagaimana ketergantungan kita yang meningkat terhadap alat digital mempengaruhi kesejahteraan kita.
Namun, di balik kemudahan tersebut tersembunyi sebuah fenomena yang kian meresahkan yaitu stres digital atau digital stress. Stres digital muncul dari tekanan untuk selalu terhubung dan mengelola banjir informasi yang tak pernah berhenti. Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi pekerjaan, tetapi juga berpengaruh terhada kesehatan mental dan emosional secara keseluruhan. Dengan terus terhubung melalui smartphone, komputer, dan perangkat digital lainnya, kita dihadapkan pada serangkaian tantangan baru yang membutuhkan strategi pengelolaan yang efektif. Artikel ini akan menggali lebih dalam tentang apa itu stres digital, apa saja penyebabnya, bagaimana dampaknya terhadap kehidupan kita, serta apa yang dapat kita lakukan untuk mengatasi tekanan ini.
Apa itu digital stress
Konsep tentang digital stress banyak dikemukakan oleh para peneliti. Digital stress dapat dijelaskan secara komprehensif sebagai bentuk tekanan dan ketegangan emosional (Karsay et al., 2019) yang diperoleh dari penggunaan teknologi digital yang semakin mendominasi setiap aspek kehidupan sehari-hari. Steele et al. (2020) mendeskripsikan stres digital merupakan pengalaman subjektif dari suatu peristiwa, kondisi, atau rangsangan dalam hubungan sosial dan individu serta sumber daya yang menyertainya. Sedangkan Hefner and Vorderer (2016) menggaris bawahi tuntutan kognitif yang muncul dari ragam teknologi digital dan perilaku berdigital yang berlebihan akibat dari jumlah informasi dan kecepatan teknologi baik yang berhubungan dengan perannya sebagai bagian organisasi ataupun pribadi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa stres digital mengacu pada stres yang dialami karena penggunaan dan keberadaan teknologi digital, terutama di tempat kerja dan kehidupan sehari-hari. Hal ini mencakup berbagai pemicu stres yang terkait dengan komunikasi digital, multitasking, dan ketersediaan konstan yang dituntut oleh perangkat digital. Selanjutnya kita akan lihat apa yang menjadi penyebab dari digital stress.
Penyebab Utama Stres Digital
Beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap stress mulai dari penggunaannya sampai dengan beban komunikasi, multitasking dan keamanannya. Selain itu pengaruh tuntutan social juga dapat memicu terjadinya digital stress ini.
Pertama, dunia digital menuntut seseorang untuk selalu terhubung. Setiap hari, kita dihadapkan pada banjir email, notifikasi media sosial, dan kebutuhan untuk menjalankan beberapa tugas secara bersamaan. Misalnya, seorang pekerja kantor mungkin harus menanggapi email klien sambil menghadiri rapat secara virtual dan memantau pembaruan media sosial perusahaan. Situasi seperti ini memaksa otak untuk bekerja di luar kapasitas normalnya, yang dapat menyebabkan kelelahan, depresi, dan kecemasan, mempengaruhi kesehatan mental individu secara signifikan. Ditambah lagi, di era digital saat ini, batas antara kehidupan kerja dan pribadi menjadi semakin kabur. Teknologi yang memungkinkan kita untuk bekerja dari mana saja juga berarti bahwa tuntutan pekerjaan sering kali menyusup ke dalam waktu pribadi kita, seperti menjawab email kerja di malam hari atau saat akhir pekan. Hal ini tidak hanya meningkatkan beban kerja tapi juga mengurangi waktu yang seharusnya digunakan untuk istirahat dan pemulihan.
Kedua, dalam dunia kerja modern, ada ekspektasi untuk selalu tersedia dan responsif terhadap komunikasi digital dengan segera. Misalnya, pekerja yang menerima pesan kerja di luar jam kerja dan merasa harus segera menjawab dapat mengalami tekanan intens. Dinamika sosial seperti rasa takut ketinggalan (FoMO) menambah beban psikologis ini, yang sering terlihat di lingkungan kerja tetapi juga mempengaruhi berbagai kelompok umur. Fenomena ini telah menjadi semakin umum dengan berkembangnya media sosial, di mana orang terus-menerus disajikan dengan gambaran kehidupan orang lain yang tampak sempurna.
Kecemasan persetujuan dan kekhawatiran sosial juga memperparah stres digital, terutama melalui platform digital yang mendorong perbandingan sosial dan pencarian persetujuan. Remaja dan dewasa muda, misalnya, sering merasa tertekan untuk mendapatkan ‘likes’ dan komentar positif pada postingan mereka di media sosial, yang dapat meningkatkan perasaan tidak adekuat dan memperburuk stres. Kecemasan ini bisa diperparah ketika mereka melihat teman sebayanya memposting tentang kesuksesan atau liburan mewah, yang mungkin tidak mencerminkan realitas sehari-hari namun menciptakan persepsi bahwa orang lain memiliki kehidupan yang lebih baik.
Terakhir, kelebihan informasi adalah komponen kritis lain dari stres digital. Aliran konstan informasi dan peringatan dari perangkat kita dapat membebani kemampuan kita untuk memproses informasi secara efektif. Misalnya, seorang peneliti yang mencoba mengikuti literatur terbaru di bidangnya mungkin merasa kewalahan oleh jumlah artikel dan data yang harus dia sift dan intepretasi setiap hari. Keadaan ini dapat menyebabkan kelelahan keputusan dan meningkatkan tingkat stres secara signifikan.
Media sosial telah mengubah cara kita berinteraksi dengan dunia, tetapi juga membawa tantangan dalam bentuk perbandingan sosial. Platform ini memungkinkan kita untuk melihat potret kehidupan orang lain yang seringkali disunting untuk menampilkan hanya aspek-aspek terbaik. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak memadai dan meningkatkan kecemasan, terutama di antara pengguna yang rentan. Juga dikenal istilah FOMO (Fear of missing out), yang mendorong dan memaksa orang untuk selalu update dengan perkembangan yang mungkin terjadi.
Selanjutnya, informasi yang berlebihan juga memainkan peran besar dalam stres digital. Di zaman ini, kita dihadapkan pada arus informasi yang tidak pernah berhenti, dari berita online hingga pembaruan media sosial. Ini memaksa otak kita untuk terus menerus beroperasi pada tingkat yang tinggi, sering kali tanpa waktu yang cukup untuk memproses atau merefleksikan informasi tersebut. Kondisi ini dapat mengarah pada kelelahan informasi, di mana kita merasa kewalahan dan tidak mampu untuk mengatur atau menyaring informasi yang kita terima.
Dijaman digital dan maraknya sosial media, salah satu faktor utama yang menyebabkan stres digital adalah kebutuhan untuk selalu terhubung. Fenomena ini menciptakan tekanan yang besar karena kita diharapkan untuk selalu responsif terhadap email, pesan, dan notifikasi lainnya, terlepas dari waktu atau situasi. Tekanan ini bisa sangat menguras secara mental, karena tidak adanya batasan yang jelas antara waktu kerja dan waktu istirahat.
Kekhawatiran tentang privasi dan keamanan data pribadi juga merupakan penyebab stres digital. Di dunia di mana kebocoran data dan pelanggaran keamanan sering terjadi, kecemasan tentang bagaimana informasi pribadi kita digunakan dan dibagikan oleh pihak ketiga bisa menambah beban mental kita. Ketidakpastian ini tidak hanya meningkatkan stres tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan terhadap teknologi yang kita andalkan setiap hari.
Hefner, D., & Vorderer, P. (2016). Digital stress: Permanent connectedness and multitasking The Routledge handbook of media use and well-being (pp. 237-249): Routledge.
Karsay, K., Schmuck, D., Matthes, J., & Stevic, A. (2019). Longitudinal effects of excessive smartphone use on stress and loneliness: The moderating role of self-disclosure. Cyberpsychology, behavior, and social networking, 22(11), 706-713.
Steele, R. G., Hall, J. A., & Christofferson, J. L. (2020). Conceptualizing digital stress in adolescents and young adults: Toward the development of an empirically based model. Clinical Child and Family Psychology Review, 23(1), 15-26.