School of Information Systems

Alumni Sharing Session : UI/UX Designer Life in Japan

Pada 20 September 2025, program Alumni Sharing Session kembali digelar dengan menghadirkan salah satu lulusan berprestasi, Andika Banuraga. Alumni School of Information Systems BINUS angkatan 2019 yang akrab disapa Banu ini saat ini berkarier sebagai UI/UX Designer di Rakuten Group, Jepang. Dalam sesi ini, Banu membagikan pengalaman perjalanan kariernya, tantangan, serta tips bagi mahasiswa yang ingin meniti jalur profesional di industri desain internasional, khususnya di Jepang.

Banu memulai kariernya sejak masih kuliah melalui program internship di Philip Morris International / Sampoerna pada tahun 2018 sebagai Solution Architect. Setelah lulus dari BINUS pada 2019, ia bergabung dengan DIVA Corporation di Jepang sebagai UI/UX Designer dan bekerja di sana hingga 2023. Kini, Banu melanjutkan perjalanannya di Rakuten Group, Inc., salah satu perusahaan teknologi terbesar di Jepang, dengan posisi UI/UX Designer full-time. Di Rakuten, ia tergabung dalam UI & Design System Team yang berkolaborasi erat dengan UX Research Team dalam mengembangkan produk digital. Sehari-hari, pekerjaannya melibatkan penggunaan berbagai tools seperti Figma, Miro, Rive, hingga platform internal Rakuten AI.

Dalam pemaparannya, Banu juga menyoroti kultur kerja di Jepang yang memiliki perbedaan mencolok dengan Indonesia. Lingkungan kerja di sana dikenal sangat menghargai ketepatan waktu, penuh dedikasi, dan taat aturan. Komunikasi cenderung tidak langsung, kebanyakan orang bersifat introvert, serta hampir tidak ada kebiasaan terlambat. Selain itu, terdapat budaya nomikai atau acara minum bersama rekan kerja yang bertujuan mempererat relasi di luar kantor. Menurut Banu, adaptasi terhadap budaya ini menjadi salah satu kunci untuk bisa sukses berkarier di Jepang.

Banu menekankan pentingnya memiliki fondasi keterampilan yang kuat sebelum meniti karier internasional. Seorang calon UI/UX Designer perlu menguasai basic UI fundamentals seperti prinsip desain visual, tipografi, teori warna, animasi, dan design system, serta basic UX fundamentals seperti wireframing, information architecture, user research, dan usability testing. Di samping itu, pemahaman problem-solving framework seperti Design Thinking dan keterampilan basic frontend dengan HTML, CSS, dan JavaScript juga sangat bermanfaat. Ia menambahkan bahwa mahasiswa perlu menyiapkan portfolio yang solid dengan minimal tiga hingga empat case studies yang menunjukkan proses desain nyata, dan bila memungkinkan dibuat dalam bahasa Inggris maupun Jepang.

Dalam hal bahasa, Banu menegaskan bahwa kemampuan Bahasa Inggris adalah hal wajib bagi siapa pun yang ingin bekerja di Jepang. Sementara itu, Bahasa Jepang bersifat opsional, namun sangat membantu karena lowongan untuk non-Japanese speaker terbatas. Minimal, calon desainer disarankan memiliki sertifikasi JLPT N2 untuk memperbesar peluang. Ia juga menekankan pentingnya pengalaman dan networking, karena peluang kerja di Jepang umumnya lebih terbuka pada level mid-career, sementara perusahaan lebih banyak merekrut fresh graduate dari universitas lokal Jepang. Oleh karena itu, Banu mendorong mahasiswa untuk aktif menggunakan LinkedIn, platform yang sering dimanfaatkan headhunter untuk merekrut desainer global.

Sebagai penutup, Banu berbagi daftar perusahaan di Jepang yang dikenal foreign-friendly dan sering membuka lowongan UI/UX Designer, seperti Rakuten, Mercari, PayPay, SmartNews, LINE, Google, Amazon, Adobe, Accenture, Yahoo! Japan, hingga Toyota Woven. Daftar ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi mahasiswa BINUS yang ingin mengembangkan karier di luar negeri. Sesi sharing bersama Andika Banuraga memberikan wawasan berharga tentang bagaimana membangun karier di industri teknologi global. Dengan bekal keterampilan desain yang kuat, kemampuan bahasa, serta keaktifan dalam networking, peluang untuk berkarier sebagai UI/UX Designer di Jepang terbuka lebar. Seperti pesan Banu, yang paling penting adalah berani mencoba dan tidak berhenti belajar, karena dunia desain selalu berkembang.

Felicia Evan