School of Information Systems

Menggali Potensi Domain-Driven Design (DDD) untuk Inovasi Bisnis

Dalam era teknologi yang terus berkembang, perusahaan memiliki kebutuhan mendesak untuk menghadirkan solusi yang tidak hanya inovatif, tetapi juga mengakomodasi kompleksitas domain bisnis mereka. Salah satu pendekatan yang terbukti efektif adalah Domain-Driven Design (DDD). Dengan menggunakan prinsip ini, sebuah perusahaan dapat memahami dengan lebih baik kebutuhan fungsional sistem aplikasinya serta merumuskan solusi yang tepat dalam konteks domain bisnis yang kompleks. Berdasarkan Microsoft Learn, framework DDD dapat dilaksanakan melalui 4 tahapan sebagai berikut:

  1. Menganalisis Domain

Pertama-tama, langkah penting yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah menganalisis domain bisnis mereka. perusahaan perlu memahami persyaratan fungsional dari sistem aplikasi dengan cara mengevaluasi domain bisnis yang ada. Deskripsi informal dari domain ini menjadi hasil dari tahap awal ini, yang kemudian dapat ditingkatkan menjadi set domain model yang lebih formal.

  1. Mendefinisikan Bounded Contexts

Setelah memahami domain bisnis yang ada, langkah selanjutnya adalah mendefinisikan konteks terbatas (bounded contexts). Identifikasi batasan yang jelas untuk berbagai fungsionalitas yang berbeda. Kenali konteks terbatas yang berbeda di mana berbagai set fungsionalitas berada.

  1. Mendefinisikan Entitas, Agregat, dan Layanan

Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi entitas, agregat, dan layanan. Entitas adalah objek dalam domain yang memiliki identitas yang jelas dan didefinisikan oleh karakteristik dan atribut uniknya. Atribut didefinisikan sebagai kumpulan entitas terkait dan objek nilai yang diperlakukan sebagai satu kesatuan untuk perubahan data. Mereka menentukan batasan konsistensi dalam model domain, dengan satu entitas ditetapkan sebagai akar agregat yang bertanggung jawab atas mengontrol perubahan. Dan terakhir, layanan yang harus diidentifikasi adalah operasi atau fungsionalitas dalam domain yang tidak secara alami cocok dengan definisi entitas atau objek nilai.

  1. Mengidentifikasi Microservices

Langkah terakhir adalah mengidentifikasi microservices. Microservices merupakan cara untuk merancang dan mengarsiteki sistem perangkat lunak sebagai kumpulan layanan kecil dan independen, masing-masing mewakili kemampuan bisnis tertentu. Microservices ditandai dengan otonomi mereka, manajemen data terdesentralisasi, dan kemampuan untuk dikembangkan dan diimplementasikan secara independen. Dalam konteks transisi dari arsitektur monolitik ke arsitektur microservices untuk sistem CRM, perusahaan harus mengidentifikasi microservices dengan cara memecah monolit menjadi layanan-layanan yang lebih kecil dan mandiri. Setiap microservice dapat berkorespondensi dengan kemampuan bisnis atau domain spesifik.

DDD memberikan landasan yang kuat untuk memahami, merencanakan, dan mengimplementasikan solusi teknologi yang sesuai dengan kompleksitas bisnis sebuah perusahaan. Dengan langkah-langkah ini, perusahaan dapat meningkatkan inovasi, skalabilitas, dan ketangguhan sistem mereka dalam menghadapi perubahan yang cepat di pasar.

Lisa Mega Tanto Kusumo