School of Information Systems

Wawancara dan Perannya dalam Merancang Pemahaman UX

Sederhananya wawancara atau interview adalah percakapan antara dua orang atau lebih yang berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari percakapan antara pewawancara dan narasumber ini untuk mendapatkan sebuah informasi, pendapat, data, ataupun keterangan mengenai hal yang dibahas dalam wawancara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wawancara diartikan sebagai tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapat mengenai suatu hal untuk dimuat dalam surat kabar, disiarkan melalui radio, atau ditayangkan pada layar televisi. Selain itu, Lexy J Moleong juga menjelaskan bahwa wawancara adalah percapakan dengan maksud-maksud tertentu, dimana peneliti dan responden akan berhadapan langsung untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan yang dibahas.

Wawancara menjadi salah satu cara paling efektif untuk mengetahui apa yang diinginkan orang dan masalah apa yang mereka hadapi saat ini karena dengan wawancara maka pewawancara dapat langsung berbicara dengan narasumber. Wawancara dengan berbagai pemangku kepentingan dalam domain merupakan cara penting untuk mengumpulkan cerita. Desainer menggunakan berbagai gaya dan pendekatan wawancara yang berbeda untuk mengumpulkan cerita, informasi, pendapat, ataupun keterangan. Wawancara dapat dilakukan dari survey yang sepenuhnya terstruktur hingga percakapan umum. Wawancara terstruktur menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang dikembangkan sebelumnya. Misalnya saja jajak pendapatan publik yang dihasilkan dalam jumlah besar sebelum pemilihan biaasnya di dasarkan pada waawncara terstruktur. Wawancara terstuktur cukup mudah dilakukan, hanya karena tingkat pra penstrukturan. Namun wawancara terstruktur umumnya terdapat kekurangan yaitu orang terbatas pada jawaban yang sangat terbatas, dan sulit bagi pewawancara untuk menindaklanjuti tanggapan yang tidak terduga.

Namun designer sering menggunakan wawancara semi-terstruktur (semi-scturcture inverviews). Jenis wawancara ini berarti pewawancara telah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan tertentu namun juga dapat menyusun ulang pertanyaan-pertanyaan ini dengna tepat dan mengeksplorasi topik-topik baru yang muncul saat wawancara tersebut berlangsung. Seringkali pewawancara hanya menyiapkan daftar periksa, namun terkadang juga dengan petunjuk yang sesuai, misalnya seperti “ceritakan tentang hal pertama yang anda lakukan saat masuk kantor di pagi hari”. Jelas bahwa pendekatan bentuk bebas ini lebih menuntut bagi pewawancara, namun data dan informasi yang diperoleh lebih tepat dan berguna sehingga upaya tersebut terbayarkan. Wawancara dirancang untuk memulai pada tingkat tinggi atau umum, dan kemudian menyelidiki ke tingkat yang lebih detail. Daftar topik analis yang akan dibahas mencakup informasi yang dibutuhkan, sumber terkini (kertas atau online) dan contoh spesifik kebutuhan informasi.

Wawancara yang benar-benar tidak terstruktur terkadang digunakan sangat penting untuk meminimalkan prasangka designer atau bila sangat sedikit informasi latar belakang yang tersedia sebelimnya. Karena itu tidak ada pertanyaan atau topik yang telah ditentukan sebelumnya di luar subjek umum proyek yang bersangkutan.

Setelah melakukan interview, hasil dari interview tersebut tentunya perlu disampaikan sehingga dapat menjadi informasi yang berguna bagi proyek atau organisasi tersebut. untuk itu, diperlukan alat bantu agar semua orang dapat lebih mudah memahami hasil wawancara dan tidak ada yang salah konsep. Untuk itu dapat dibuat suatu scenario atau cerita yang dapat menjadi alat bantu untuk memahami aktivitas dan membantu orang-orang untuk tidak membayangkan situasu secara abstrak. Misalnya orang dapat diminta untuk mengingat hari dalam kehidupan atau insiden biasa ketika teknologi saat ini tidak mendukung yang mereka lakukan. Hal tersebut akan mengidentifikasi yang harus dipertimbangkan dalam desain baru. setelah terdapat gambaran kasar tentang apa yang mungkin dilakukan pada teknologi baru, membahas scenario akan menyoroti banyak masalah, mulai dari penanaman fungsi individu hingga dampak perubahan dalam praktik kerja.

Prototipe sangat sering digunakan untuk mewujudkan scenario hasil wawancara dalam teknologi. Prototipe dapat berupa sketsa kertas atau bahkan produk setelah berfungsi. Misalnya dalam tahap analisis selanjutnya untuk buku catatan bersama, prototipe sederhana digunakan yang dibuat di PowerPoint dan digabungkan dengan scenario penggunaan. PowerPoint tersebut kemudian diproyeksikan di layar dan dibahas dalam pertemuan kecil, aktivitas tersebut kemudian akan mendorong diskusi tentang kecocokan antara ide desain dan cara menyebarkan informasi tersebut. Kemudian dilakukan analisis apakah prototipe dijalankan atau tidak dan analisis apakah pelanggan menjalankan scenario atau tidak, sementara analisis juga dilakukan untuk menyelidiki komentar, masalah, kemungkinan alternatid, dan saran secara umum. Hal tersebut akan tergantung pada hasil dari scenario atau prototipe berjalan, modifikasi dan juga iterasi yang lebih lanjut juga mungkin dilakukan untuk terus memperbaiki desain. Biasanya banyak masalah baru muncul, sehingga konsep awal yang mendasari scenario atau prototipe salah dipahami dan harus dipikir kembali secara radikal.

Sebelum melakukan wawancara, perlu dilakukan pertimbangan praktikal yang berisi petunjuk dan tip praktis dari pengalaman wawancara dalam berbagai situasi. Melakukan perencanaan dan pembuatan prototipe wawancara dapat berdampak positif sehingga wawancara dapat membuahkan hasil. Ada beberapa perencanaan yang dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut:

1. Preparation

Di dalam tahap persiapan, kita harus memutuskan siapa yang akan diwawancarai dan apa yang diharapkan dari wawancara yang akan berkontribusi pada pemahaman anda. Pertimbangan untuk membawa beberapa rangsangan untuk wawancara guna membantu orang membayangkan apa yang kita coba pahami. Perlu pengenalan akan latar belakang proyek dan organisasi apapun yang terlibat jelas. Kemudian perlu diperjelas apakah wawancara terstruktur, semi-terstruktur, atau tidak terstruktur akan paling efektif. Pewawancara perlu putuskan apakah akan mewawancarai orang secara individu atau kelompok. Untuk aktivitas kerja, penelitian latar belakang mungkin mempelajari laporan perusahaan, brodur, situs web dan began oerganisasi atau memadai melalui manual perangkat lunak dan materi promosi. Untuk aktivitas lain, riset umum di internet juga dapat membantu memahami karakteristik domain dan aktivitas yang melibatkan orang.

2. Keeping track of the interview

Wawancara adalah kerja keras dan lebih efektif jika dilakukan oleh sepasang pewawancara. Satu orang dapat memimpin sementara yang lain membuat catatan. Lebih baik juga bila wawancara tersebut direkam audio atau video sehingga beban pencatatan menjadi lebih mudah. Setelah wawancara direkampun, catatan tetap berguna dan akan membantu

menemukan poin-poin penting. Wawancara dapat ditranskripsikan dan digunakan sebagai dasar analisis grounded theory. Namun ini adalah bentuk analisis yang memakan waktu dan seringkali hanya menonton video atau mendengarkan audio wawancara sudah cukup. Jaga agar wawancara yang dilakukan tepat waktu.

3. Structuring the interview

Banyak wawancara – kecuali wawancara terstruktur – menggunakan campuran peratanyaan terbuka dan tertutup. Mulailah wawancara dengan petanyaan umum untuk membantu menenangkan orang yang diwawancarai. Mintalah orang yang diwawancara untuk menceritakan kisah mengenai kegiatan mereka. sebagai pendengar, desainer harus mencari masalah apapun yang dialami orang (the pain) dan ruang lingkup untuk perbaikan atau dukungan dari ide desain awal (the gain). Narasumber mungkin akan memberikan detail yang terlihat tidak releban tetapi seringkali berisi konteks berharga yang perlu dipahami oleh desainer. Pastikan saat mengakhiri wawancara, pewawancara menanyakan apakah ia melewatkan sesuatu yang penting dan biarkan jalan terbuka untuk diskusi dan klarifikasi lebih lanjut.

4. Reflection and exploration

Refleksi selama wawancara dapat membantu untuk memastikan bahwa pewawancara telah memahami apa yang telah dikatakan. Sering kali merupakan ide yang baik untuk meminta orang yang diwawancarai untuk meninjau ringkasan wawancara yang dapat dikirim melalui email setelah pewawancara menuliskannya. Pewawancara juga harus melihat catatan wawancara untuk mengidentifikasi point-point penting yang perlu diklarifikasi.

5. General-purpose exploratory questions

Pertanyaan eksplorasi dengan tujuan umum dapat membantu wawancara terutama pada tahap awal atau bila melakukan wawancara dengan orang yang pendiam. Pertanyaan-pertanyaan eksplorasi tersebut contohnya adalah: ‘Ceritakan tentang hari-hari Anda yang biasa.’ ‘Ceritakan tiga hal baik tentang . . .’ ‘. . . dan tiga hal buruk.’ ‘Bagaimana jika Anda memiliki tiga keinginan untuk membuat layanan lebih baik?’ ‘Apa yang salah dengan layanan baru-baru ini? Bagaimana Anda mengatasinya?’ ‘Apa lagi yang harus kami tanyakan?’

6. When to stop

Memutuskan kapan harus berhenti berarti menyeimbangkan kendala praktis dengan kelengkapan data yang dibutuhkan untuk penelitian. Tentu saja semua pemangku kepentingan

yang signifikan harus dicakup – dua atau tiga orang yang diwawancarai per jenis stakeholder mungkin sudah cukup. Selain itu mungkin ada kebutuhan untuk melihat berbagai jenis organisasi atau konteks penggunaan. Dalam banyak kasus, sumber daya klien membatasi proses. Dengan sumber daya yang tidak terbatas, aturan umumnya adalah untuk berhenti bila pewawancara tidak mendapatkan wawasan baru lagi.

Ayudea Agustina, Ferdianto

    Deprecated: Function get_option was called with an argument that is deprecated since version 5.5.0! The "comment_whitelist" option key has been renamed to "comment_previously_approved". in /var/www/html/public_html/sis.binus.ac.id/wp-includes/functions.php on line 6031