Menerapkan Prinsip Kemewahan (Luxury) pada Desain E-Commerce (Bagian 1)
Eksklusivitas dan Kelangkaan
Brand mewah mempertahankan statusnya dengan menjadi eksklusif. Merek apa pun yang dianggap terlalu umum atau selalu tersedia di pasaran, berisiko kehilangan karakter “mewah”nya. Harga merupakan faktor yang membatasi ketersediaan, tetapi banyak merek mewah tetap eksklusif melalui strategi lain juga. Salah satu strateginya adalah meningkatkan permintaan dengan membatasi pasokan, seperti yang diilustrasikan oleh tas Herms Birkin. Hermès sengaja memproduksi sejumlah kecil tas ini setiap tahun, meskipun permintaan sangat tinggi. Dengan menolak memenuhi permintaan, Hermes mempertahankan identitas tas sebagai simbol status.
Selain itu, Herms menggunakan strategi lain untuk mempertahankan status tas Birkin — perusahaan sengaja mempersulit pencarian dan pembelian lini tas ini. Tas-tas langka tersebut tidak dijual secara online atau dipajang di toko-toko. Awalnya, pihak Hermes menawarkan daftar tunggu (waiting list) selama bertahun-tahun bagi para calon pembeli tasnya, namun strategi inipun tidak lagi digunakan. Selain membayar puluhan atau ratusan ribu dolar AS untuk membeli tas yang dijual kembali dari pihak ketiga, satu-satunya cara untuk mendapatkan Birkin adalah dengan dianggap layak oleh Hermès — hanya pelanggan teratas mereka yang menerima undangan untuk membeli.
Tas Birkin adalah contoh ekstrem. Tetapi tas ini menampilkan prinsip inti kemewahan (luxury) — untuk mempertahankan status kemewahan, merek-merek ini harus mempersulit klien untuk membeli (Ini sebagian menjelaskan mengapa begitu banyak merek mewah memiliki kegunaan yang buruk). Sebagai akibat dari prinsip ini (bersama dengan prinsip lainnya, akan dibahas di bawah), banyak merek mewah memilih untuk tidak menjual produk secara online. Sebaliknya, mereka mendorong pelanggan yang tertarik untuk menghubungi mereka atau mengunjungi toko fisik mereka. Mengingat pentingnya kunjungan ke dalam toko dalam pengalaman mewah, mereka mungkin tidak salah untuk mengambil pendekatan ini. Merek yang tidak menjual secara online akan kehilangan pelanggan yang tidak dapat atau tidak ingin berkunjung secara langsung. Mungkin beberapa merek bersedia menerima kerugian itu sebagai harga untuk tetap eksklusif. Namun, kenyaataannya merek yang tidak mengizinkan pembelian online masih memerlukan situs e-commerce — hanya situs ini memang tidak melayani proses pembayaran. Ini karena pembeli barang mewah sering kali ingin meneliti produk secara online, bahkan ketika mereka berniat untuk membelinya secara langsung.
Dalam tulisan ini, diamati beberapa pendekatan untuk menyediakan akses ke produk di situs merek mewah. Brand tersebut berbeda dalam hal berapa banyak (jika ada) produk mereka yang tersedia untuk dibeli secara online, serta berapa banyak informasi yang diberikan tentang produk tersebut — apakah produk tersebut dapat dibeli secara online atau tidak.
Misalnya, Gucci dan Hermes memiliki banyak produk mereka yang tersedia untuk dijual di situs mereka, meskipun tidak semuanya. Sebagian besar merek mewah menyimpan beberapa lini produk atau produk langka khusus yang hanya tersedia secara offline. Sebaliknya, Chanel menjual beberapa produknya secara online, sedangkan Goyard tidak menjual satu pun. Kedua merek memang menyediakan halaman detail
produk untuk banyak produk yang tidak dapat dibeli secara online — namun, foto dan detail produk tersebut kurang. Goyard bahkan tidak memberikan harga.
Seperti yang dibahas di seluruh rangkaian artikel ini, membatasi akses ke produk adalah strategi inti (dan menentukan) dari kemewahan. Merek-merek ini lebih suka mendorong pelanggan untuk mengunjungi toko secara langsung atau menjangkau perwakilan penjualan pribadi mereka. Ini menjelaskan mengapa merek seperti Chanel atau Goyard tidak akan menjual secara online. Namun, terlepas dari seberapa banyak merek mewah ingin menjual secara online, mereka harus memberikan detail produk yang lebih baik.