Menggerakkan Ekonomi Nasional di Tengah Pandemi melalui UMKM
https://money.kompas.com/read/2020/08/05/101503226/menggerakkan-ekonomi-nasional-di-tengah-pandemi-melalui-umkm.
Bambang P. Jatmiko
Frangky Selamat dan Hetty Karunia Tunjungsari
Dosen tetap Program Studi Sarjana Manajemen, FEB Universitas Tarumanagara
SEBAGAI upaya untuk menggerakkan perekonomian nasional di tengah ancaman resesi akibat pandemi, pemerintah mempercepat program relaksasi dan bantuan likuiditas kepada koperasi dan UMKM, yang merupakan hampir 99 persen pelaku usaha di Indonesia. Dana senilai Rp 123,46 triliun disediakan pemerintah, walau baru 9,58 persen yang tersalurkan (Harian Kompas, 25 Juli 2020) karena terkendala masalah klasik: ketidaktersediaan data yang lengkap dan akurat. Sebenarnya untuk menggerakkan UMKM tidak hanya urusan dana modal kerja. Ada hal lain. Sebelum kondisi pandemi, UMKM selalu dihadapkan pada tiga masalah utama selain modal kerja: perluasan pasar, perizinan (legalitas usaha) dan hak atas kekayaan intelektual (HAKI).
Pada kondisi sekarang, selain melemahnya daya beli konsumen, yang selanjutnya menurunkan omzet penjualan, UMKM mulai terbelit masalah likuiditas. UMKM pun mengalami krisis modal kerja. Permasalahan yang dihadapi UMKM memang tidak melulu pada masalah modal kerja, sehingga solusi yang diberikan pun tidak hanya berkutat pada dana. Mereka juga memerlukan pendampingan dari sisi pemasaran dan produksi. Bantuan modal kerja lebih sesuai bagi yang sekarat karena kehabisan likuiditas. Walau tak sedikit juga yang tidak mau menerima bantuan dana karena alasan administratif yang dianggap tidak praktis.
Program Pendampingan
Pemerintah memang tidak bisa bergerak sendiri. Peran perguruan tinggi juga dinanti untuk memberikan bantuan pendampingan kepada UMKM agar dapat bertahan dalam kondisi krisis seperti saat ini. Hal itu juga dilakukan oleh Universitas Tarumanagara melalui Pusat Studi Kewirausahaan di bawah naungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM). Sejak tahun 2019, tim peneliti Pusat Studi Kewirausahaan Universitas Tarumanagara melakukan pendampingan pada sejumlah UMKM industri kreatif di Kota Jambi.
UMKM ini menghasilkan beragam produk kreatif mulai dari stik tempoyak, sambal tempoyak, kopi, nasi minyak, olahan daun bidara, asesoris, batik, lampu hias, hingga minuman herbal. Produk ini memang khas kota Jambi. Sebagian produk ini ditujukan untuk pasar wisata yaitu sebagai oleh-oleh khas Jambi. Yang menarik adalah Jambi selama ini tidak dikenal sebagai destinasi wisata, namun mencoba untuk menggali potensi wisata yang ada, seperti keberadaan Candi Muaro Jambi yang merupakan kompleks candi Buddha terbesar di Asia Tenggara dengan luas mencapai 3.981 hektar.
UMKM tersebut diberikan pendampingan agar memperoleh peningkatan pemasaran, yaitu mengintensifkan potensi pasar yang ada dan memperluas cakupan pasar. Program pendampingan ini pun terus berlanjut dan dilakukan secara daring pada masa pandemi Covid-19. Untuk menyiasati perubahan perilaku konsumen di masa low touch economy, yaitu era di mana setiap orang di dalam aktivitas ekonomi mulai membatasi interaksi secara langsung, UMKM telah dibantu mengembangkan lini produk baru, seperti misalnya membuat produk dengan kemasan individual pack. Kemasan ini dirasa lebih sesuai untuk mendukung cara penjualan yang kini secara perlahan beralih ke format daring dengan pasar yang masih terbatas. Tiga bulan pertama pandemi Covid-19, UMKM ini pun sempat berhenti beroperasi dalam arti beralih ke kegiatan lain karena penjualan menurun drastis.
“Toko kosong pembeli,” demikian cerita salah satu dari mereka. Yang menawarkan aksesori untuk oleh-oleh juga pasrah dengan keadaan. Untuk bertahan hidup sebagian dari mereka tidak lagi berjualan produk seperti biasa tetapi memasarkan masker, jilbab dengan masker dan produk-produk lain yang sesuai kondisi terkini. Bahkan ada yang kembali berkebun. Ketika PSBB mulai dilonggarkan, aktivitas usaha perlahan bergeliat kembali walau masih sulit untuk mencapai kondisi sebelum pandemi. Daya beli konsumen sudah keburu terjun bebas.
Era Baru
Keluaran lain dari kegiatan pendampingan kewirausahaan ini adalah mengembangkan kemasan (packaging) baru yang lebih menarik dan lebih aman jika konsumen melakukan pembelian secara daring dan produk harus dikirim ke luar daerah. Walaupun penjualan daring belum mampu menyamai luring, UMKM mulai dipersiapkan untuk menerapkan low touch economy. Low touch economy adalah sebuah terminologi baru di dalam bidang ekonomi akibat merebaknya pandemi Covid-19. Aktivitas ini memiliki karakteristik interaksi minimal sentuhan, langkah-langkah kesehatan dan keselamatan (protokol kesehatan), perilaku manusia yang baru dan pergeseran industri secara permanen (Ridder & Mey, 2020). UMKM mau tak mau harus berhadapan dengan kondisi ini. Cara-cara UMKM beraktivitas mulai dipersiapkan agar tidak gagap merespons perubahan yang terjadi. Paling tidak sampai dengan tahun 2022, berbagai perubahan besar akan terjadi dan cuma usaha yang cepat beradaptasi yang mampu bertahan hingga pandemi ini terkendali dan berakhir. Apa yang dilakukan perguruan tinggi seperti Universitas Tarumanagara terhadap UMKM memang belum seberapa dibandingkan dengan usaha yang sepatutnya dilakukan seluruh pemangku kepentingan agar UMKM dapat kembali “hidup” dan menggerakkan perekonomian nasional, agar tidak terjerembab ke dalam jurang resesi. Momentum itu mestinya dimanfaatkan agar tidak terlewat. Jika demikian, pemulihan ekonomi nasional cuma tinggal waktu.