School of Information Systems

Prototyping Strategies

Prototyping

            Prototyping adalah proses merancang sebuah prototype dimana prototype / pawarupa sendiri adalah sebuah model dari sebuah model produk yang mungkin belum memiliki semua fitur produk sesungguhnya namun sudah memiliki fitur – fitur utama dari produk sesungguhnya dan biasa digunakan untuk keperluan testing/uji coba untuk bahan uji coba sebelum berlanjut ke fase pembuatan produk sesungguhnya.

Dengan metode prototyping ini pengembang dan pelanggan dapat saling berinteraksi selama proses pembuatan suatu produk.

Dalam konteks perancangan suatu software atau sistem, dalam mengatasi ketidakserasian antara pelanggan dan pengembang, maka harus dibutuhakan kerjasama yang baik diantara keduanya sehingga pengembang akan mengetahui dengan benar apa yang diinginkan pelanggan dengan tidak mengesampingkan segi-segi teknis dan pelanggan akan mengetahui proses-proses dalm menyelasaikan sistem yang diinginkan. Dengan demikian akan menghasilkan sistem sesuai dengan jadwal waktu penyelesaian yang telah ditentukan.

Prototyping Strategies

            Menurut strategi dan tujuan pembuatan, prototyping dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :

  1. Requirements Prototyping

            – Pada Requirements Prototyping, prototype memiliki tujuan utama yaitu  untuk mencari kebutuhan dari pengguna / user requirements yang dibutuhkan di dalam perancangan dan pembuatan produk yang sesungguhnya.

Kelebihan mencari kebutuhan pengguna menggunakan metode prototyping adalah :

  1. Prototype membuat pengguna mengalami menggunakan produk/aplikasi tersebut terlebih dahulu, sehingga hasil yang didapat akan lebih akurat karena berdasarkan fakta pengalaman pengguna ketika menggunakan aplikasi tersebut, bukan hanya pengalaman pengguna ketika membayangkan memiliki aplikasi tersebut.
  2. Kegunaan dan Fleksibilitas, dengan menggunakan prototype sebagai alat untuk mencari kebutuhan pengguna, pengguna dapat memberikan masukan yang langsung tepat sasaran, karena pengguna sudah terlebih dahulu mendapatkan pengalaman menggunakannya sehingga nantinya produk sesungguhnya akan memiliki kegunaan yang lebih dan lebih fleksibel terhadap keinginan pengguna.
  3. Memudahkan implementasi, dengan melihat prototype, perancang dapat berkomunikasi secara langsung dengan pihak yang akan membuat aplikasi tersebut sehingga proses implementasi dapat lebih jelas karena telah dikomunikasikan terlebih dahulu.

            – Pada Requirements Prototyping, setelah user requirements diketahui maka prototype akan dibuang dan perancang akan membuat produk tanpa meneruskan dari prototype.

  1. Evolutionary Prototyping

Evolutionary Prototyping adalah metode berbeda dari Requirements Prototyping. Tujuan utama ketika menggunakan Evolutionary Prototyping adalah untuk membangun prototype yang kuat dengan cara yang terstruktur dan terus-menerus memperbaikinya, dengan cara mengembangkan terus menerus yang sebelumnya digunakan untuk menentukan kebutuhan user/user requirements sampai menjadi sistem akhir / produk sesungguhnya.

Dengan alasan untuk meminimalkan risiko, pengembang tidak mengimplementasikan fitur kurang dipahami. Sistem parsial dikirim ke situs pelanggan. Sebagai pengguna bekerja dengan sistem, mereka mendeteksi kesempatan untuk fitur-fitur baru dan memberikan permintaan fitur ini untuk pengembang. Pengembang kemudian mengambil permintaan tambahan ini bersama-sama dengan mereka sendiri dan menggunakan konfigurasi suara-praktik manajemen untuk mengubah perangkat lunak-persyaratan spesifikasi, update desain, recode dan tes ulang.

Referensi : 

Alvian Shanardi Wijaya