School of Information Systems

Kisah Sosok Perempuan di Balik Suksesnya Go-Jek

Alamanda Shantika tak pernah merasa canggung berkarier di industri teknologi yang kerap distereotipkan sebagai “ladang”-nya lelaki. Menurut dia, rasa minder, terdiskriminasi, dan terkucilkan, pada dasarnya timbul dari buah pemikiran alias mindset masing-masing individu.

Our value based on ourselves. Kalau kita menilai diri kita rendah ya jadinya rendah. Kalau kita menilai diri kita sama saja dengan cowok, ya bakal sama saja,” kata perempuan berusia 28 tahun itu kepada KompasTekno, Jumat (21/4/2017).

Ala, begitu ia kerap disapa, sempat bekerja di beberapa perusahaan semacam Berrybenka dan Kartuku sebelum akhirnya dikenal lebih luas ketika bergabung di layanan ride-sharing Go-Jek sebagai Vice President of Product. Ia merupakan tim awal yang merintis Go-Jek dari nol bersama sang pendiri, Nadiem Makarim. Peran Ala pun tak main-main, yakni sebagai “otak” di balik sistem aplikasi Go-Jek.

Ala mengaku lingkungan kerjanya kala itu memang masih didominasi lelaki. Hanya 10 persen perempuan di Go-Jek yang bergabung di tim engineer. Meski demikian, Ala tak pernah merasa mendapat perlakuan tak setara dengan lelaki.

“Orang-orang selalu ngomongin cewek kenapa lebih rendah daripada cowok. Akhirnya itu yang tertanam di mindset. Padahal kenyataannya nggak seperti yang sering diomongin,” ia menuturkan.

Setelah dua tahun (Juni 2014 hingga September 2016) membangun Go-Jek hingga menjadi unicorn seperti sekarang, Ala memutuskan hengkang. Ia belakangan lebih berkecimpung ke pembangunan ekosistem startup digital secara keseluruhan.

Ia sempat menjadi Chief Activist di FemaleDev, Program and Curriculum Advisor di Gerakan Nasional 1000 Startup Digital, serta Advisor di beberapa perusahaan dan perbankan seperti Oktagon, Pijar Imaji, Nama Studio, dan CIMB Niaga.

Fokus ke pembangunan SDM yang merata

Terakhir, Ala fokus pada Binar Academy yang ia dirikan sendiri pada Maret 2017 ini. Startup pendidikan tersebut memiliki tujuan besar untuk mengembangkan talenta di kota-kota yang tersebar di seluruh Indonesia, terutama pada sektor teknologi digital.

Ala ingin sumber daya manusia berkualitas tak melulu tersentralisasi di Jakarta. Dengan perkembangan teknologi, perusahaan di kota besar sejatinya bisa memperkerjakan talenta di kota-kota lain.

“Saya bilang ke perusahaan-perusahaan bahwa sekarang sudah maju dengan teknologi. Nggak perlu terpaku dengan waktu dan jarak karena bekerja bisa di mana saja. Saya ingin Binar Academy ini akhirnya membangun lapangan kerja baru di seluruh kota,” lulusan Ilmu Komputer Universitas Bina Nusantara tersebut menjelaskan.

Singkatnya, Binar Academy merupakan program sekolah gratis yang dihelat di beberapa kota. Lulusannya akan disalurkan ke talent pool yang saat ini ada tiga yaitu Indosat, CIMB Niaga, dan Oktagon.

Sebagai permulaan, Binar Academy dilaksanakan di Yogyakarta untuk studi engineer. Tahun depan, Ala menargetkan Binar Academy berekspansi ke Malang dengan cakupan studi di sektor content marketing, SEO, dan digital marketing.

Harapan Ala untuk “Kartini” modern

Dengan segudang prestasi yang diraih, Ala mengaku tak pernah memposisikan dirinya sebagai perempuan luar biasa. Prinsipnya hanya terus melangkah sebagai manusia.

Ia berharap perempuan-perempuan di era modern juga tak berhenti percaya kepada kemampuan dan potensi diri. Menurut Ala, tak ada bedanya terlahir sebagai lelaki dan perempuan, toh ujung-ujungnya manusia adalah manusia.

“Gender itu sama seperti ras. Kita memang diciptakan berbeda-beda tapi itu sesungguhnya untuk berkolaborasi, bukan menunjukkan siapa yang lebih tinggi dan siapa yang lebih rendah,” kata Ala. Lebih lanjut, salah satu perhatian Ala merujuk pada masalah kepemimpinan alias leadership kaum perempuan. Ia mengatakan dari 10 persen perempuan di tim engineer Go-Jek, tak ada yang melangkah ke level manajemen.

“Mereka ngerasa ya udah gini-gini aja karena nanti ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga. Jadinya kayak nggak punya ambisi dan tujuan yang tinggi. Aku mau mengangkat kepercayaan diri mereka,” Ala menjabarkan. Meski demikian, Ala menegaskan dirinya tak serta-merta menganggap pilihan jadi ibu rumah tangga adalah kesalahan. Semuanya merupakan pilihan dan semestinya dilakukan dengan passion.

“Ibu rumah tangga itu sebenarnya juga manajer terbaik. Aku lihat mamaku di rumah pagi nganterin cucu, belum lagi kalau rumah ada yang bocor. Dia juga harus ingat mbak-nya hari ini belanja apa. Itu bukan hal mudah,” ia menjelaskan. Yang paling penting, kata Ala, sebagai perempuan harus punya kepercayaan diri. Ia mengimbau para perempuan agar jangan pasrah dan berpikir tak bisa jadi seseorang. Jika memilih berkarir, maka lakukan dengan maksimal. Jika memlih jadi ibu rumah tangga, itu juga merupakan pekerjaan yang sulit dan perlu kemampuan manajerial yang mumpuni.

“Jadikan tujuan sebagai bahan bakar kita untuk hidup,” ujarnya.

Sumber :

http://tekno.kompas.com/read/2017/04/21/15000097/kisah.sosok.perempuan.di.balik.suksesnya.go-jek.

Sulistyo Heripracoyo