ADA ZAT BERACUN DALAM SAMPAH ELEKTRONIK (Part 3)
Peran Individu dan Pemerintah
Dalam berbagai aspek pembangunan, masyarakat selalu menjadi unsur yang utama karena pembangunan ditujukan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Oleh karena itu masyarakat seharusnya tidak hanya menjadi objek, tetapi harus menjadi subjek yang dilibatkan agar mampu menentukan nasibnya sendiri. Begitu pula dalam hal pengelolaan sampah. Dalam pengelolaan sampah, peran masyarakat menjadi penting karena beberapa faktor, antara lain: (1) masyarakat merupakan penghasil sampah yang cukup besar, (2) masyarakat seharusnya mampu mandiri dalam pengelolaan sampah untuk mendukung terciptanya sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan, sehingga tidak selamanya menjadi beban pemerintah, (3) perlu dipikirkan kembali agar konsep ”zero” waste dapat diterapkan oleh masyarakat agar masalah lahan untuk TPA mendapatkan solusinya(Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta).
Beberapa cara untuk mengatasi masalah sampah elektronik: (1) membeli barang-barang elektronik sesuai kebutuhan, (2) membeli produk yang dapat di-upgrade dengan mudah, (3) pilih baterai yang mudah diisi ulang (rechargeable), (4) jangan terburu mengganti ponsel dengan yang baru jika tidak rusak, (5) jangan terburu membuang komputer lama kalau masih dapat di-upgrade, (6) hubungi perusahaan yang memproduksi sampah elektronik tersebut, tanyakan apakah limbah itu diproses, di mana dan bagaimana caranya, dan (7) kesadaran masyarakat akan sampah elektronik harus ditingkatkan(Larakinanti, 2011, kompasiana.com). Dimulai dari lingkungan keluarga hingga lingkungan kerja dan masyarakat, seharusnya dapat disosialisasikan mengenai dampak negatif dari sampah elektronik berupa zat beracun, sehingga masyarakat mendukung gerakan untuk mengatasi sampah elektronik ini.
Indonesia sebagai negara berkembang sangat rentan terhadap impor limbah B3, khususnya sampah elektronik, seperti ponsel dan komputer dari negara-negara maju. Masih minimnya pengawasan di setiap pintu masuk Indonesia, serta belum adanya regulasi khusus terhadap penanganan sampah elektronik ini menjadi kendala yang dialami pemerintah untuk menanggulangi masalah ini. Selama ini negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, menjadi salah satu importir terbesar sampah elektronik karena ketidakmampuan mengatur regulasi hal tersebut.
Setiap penghasil limbah B3 sebenarnya berkewajiban melakukan pengelolaan. Agar berjalan sesuai dengan aturan pengelolaan limbah B3, sebagaimana ketentuan UU Nomor 32 tahun 2009 dan PP Nomor 101 tahun 2014, yang mengamanatkan bahwa menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pemantauan kegiatan pengelolaan limbah B3 terhadap penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah, penimbun, dan/atau dumping(Ditjen PSLB3, 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
Sasaran yang hendak dicapai adalah meningkatnya jumlah limbah B3 yang dipantau pengelolaanya, berkurangnya paparan limbah B3 ke lingkungan, dan meningkatnya kesehatan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengelolaan limbah B3 untuk mengurangi risiko paparan limbah B3 ke lingkungan dan pengembangan bentuk pemanfaatan limbah B3 secara aman dan dapat dipertanggung jawabkan(Ditjen PSLB3, 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
Daftar Pustaka
• 2013. “Sampah Elektronik Dunia Diperkirakan Capai 65 Juta Ton”. Didapat dari: http://news.csr.id/2013/12/sampah-elektronik-dunia-diperkirakan-capai-65-juta-ton
• 2015. “Sampah Elektronik, Mau Dibawa ke Mana?”. Didapat dari: http://infoklasika.print.kompas.com/sampah-elektronik-mau-dibawa-ke-mana/
• Ditjen PSLB3. 2016.“Soft Launching Pelaporan Triwulan Pengelolaan Limbah B3 Secara Elektronik On-line Ditjen PSLB3”. Didapat dari: http://pslb3.menlhk.go.id/?p=768
• Hasan, Wahyu Noor. 2015.“Limbah Sampah Elektronik Dunia Capai 41,8 Juta Ton”. Didapat dari:http://techno.okezone.com/read/2015/04/21/56/1137622/limbah-sampah-elektronik-dunia-capai-41-8-juta-ton
• Larakinanti, Fidia. 2011. “Bahaya Sampah E-Waste”. Didapat dari: http://www.kompasiana.com/kinanti0205/bahaya-sampah-e-waste_550068d9813311a219fa77d8
• Nurfi. 2016. “Ini Bahayanya Membuang Komputer dan Handphone Bekas”. Didapat dari: http://edupost.id/sainstek/ini-bahayanya-membuang-komputer-dan-handphone-bekas/
• Sudaryanto; Yusriyah, Kiayati; dan Andesta, Erry T. “Studi Komparatif Kebijakan Pengelolaan Sampah Elektronik di Negara Berkembang”. Universitas Gunadarma. Didapat dari: http://publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/6906/1/Studi%20Komparatif%20Pengelolaan%20Sampah%20Elektronik.pdf