School of Information Systems

MENGINTIP SAMPAH ELEKTRONIK DI NEGARA LAIN (Part 2)

Belajar dari Australia

Produksi sampah elektronik yang berbahaya sudah mencapai 50 juta ton setiap tahunnya. Peningkatan tumpukan sampah elektronik yang berasal dari telepon genggam bekas, komputer, dan perangkat elektronik lainnya.Di negara seperti Australia, pembuangan sampah elektronik mencemarkan air dengan kandungan bahan kimia dan logam yang tinggi. Pencemaran ini membahayakan kesehatan karena bisa juga masuk ke serapan tanah. Setiap negara harus bertanggung jawab dengan sampah elektroniknya (Wong, 2013, radioaustralia.net.au).

Perkembangan teknologi di Australia cukup pesat.  Alat-alat elektronik mengalami pergantian cukup cepat juga.  Namun dibanding Jepang, perputaran alat-alat elektronik jauh lebih cepat lagi.  Di Australia, bahkan kadang sebelum lima tahun, barang-barang teknologi setelah dua tahun akan diganti karena sudah ketinggalan mode dengan munculnya teknologi baru. Sementara di Jepang cuma satu tahun. Barang lama yang telah terdepresiasi penuh akan dibuang atau di lempar ke pasar lelang dengan harga jauh lebih murah.  Termasuk mobil pemerintah tidak luput dari pelelangan setelah lima tahun (Sancoko, 2013, kompasiana.com).

Penanganan sampah elektronik di Australia diatur dalam Product Stewardship (Television and Computer) Regulations tahun 2011. Peraturan ini mengatur tentang penanganan limbah elektronik jenis televisi dan komputer di Australia, namun tidak berlaku untuk komputer yang diproduksi di Australia (Product Stewardship (Television and Computer) Regulations, 2011). Peraturan ini berlaku untuk importir dan produsen televisi dan komputer, serta diatur oleh pemerintah Australia. Kebijakan ini tidak berlaku untuk sektor rumah tangga dan sektor bisnis kecil, sehingga sektor tersebut dapat membuang televisi, komputer, printer, dan produk komputer lainnya tanpa dipungut biaya (Nindyapuspa dan Trihadiningrum, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Sumber sampah elektronik terbesar di Australia berasal dari rumah tangga, yaitu sebanyak 92,5 juta peralatan elektronik yang terdapat di dalam rumah. Prosentase rumah tangga yang membeli peralatan elektronik baru lebih meningkat secara signifikan dibandingkan prosentase rumah tangga yang membuang peralatan elektronik. Sementara itu, partisipasi pihak industri dalam mendaur ulang sampah elektronik hanya sekitar 4% (Nindyapuspa dan Trihadiningrum, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Berdasarkan laporan Hyder Consulting and Pricewaterhouse Coopers, yang ditujukan kepada Environment Protection and Heritage Council, jumlah sampah elektronik yang dihasilkan pada tahun 2007-2008 mencapai 16,8 juta. Sampah elektronik di Australia diperkirakan akan meningkat menjadi 44

juta televisi dan komputer, dengan berat total 181.000 ton pada tahun 2027-2028. Salah satu institusi pendidikan di Queensland, yaitu Griffith University, jumlah timbulan sampah elektronik yang dihasilkan adalah 785 unit dengan berat total 4,9 ton. Komposisi sampah elektronik yang dihasilkan adalah 252 CPU, 276 monitor, dan 84 printer (Nindyapuspa dan Trihadiningrum, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Sebagian besar sampah elektronik di Australia dibuang ke landfill. Pricewaterhouse and Hyder Consulting melaporkan bahwa pada tahun 2007 hingga tahun 2008, lebih dari 80% sampah elektronik berupa televisi dan komputer di buang ke landfill. Sementara 10%  sampah elektronik didaur ulang. Pada

tahun 2008, sekitar 180 juta sampah elektronik dibuang ke landfill, sementara di Australia hanya tersedia enam fasilitas daur ulangsampah elektronik. Fasilitas daur ulang sampah elektronik di Australia saat itu hanya mampu mendaur ulang 20 kiloton sampah elektronik setiap tahun, sehingga kapasitas pengolahannya penuh (Nindyapuspa dan Trihadiningrum, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

 

Daftar Pustaka

  • “Fakta – Limbah Elektronik (“E-Waste”) di Indonesia”. Didapat dari: http://www.antaranews.com/berita/49095/fakta–limbah-elektronik-e-waste-di-indonesia
  • “Meninjau Penanganan Sampah di Malaysia”. Didapat dari: http://pram70.blogspot.co.id/2006/09/meninjau-penanganan-sampah-di-malaysia_02.html
  • “Sampah Elektronik India Meningkat Seiring Ledakan Ekonomi”. Didapat dari: http://www.antaranews.com/berita/62586/sampah-elektronik-india-meningkat-seiring-ledakan-ekonomi
  • “Sampah Elektronik bisa menjadi Bom Waktu”. Didapat dari: http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-09-18/sampah-elektronik-bisa-menjadi-bom-waktu/1192360
  • Chandrataruna, Muhammad dan Ngazis, Amal Nur. 2013. “Ini Negara Penyumbang Sampah Elektronik Terbesar”. Didapat dari: http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/466986-ini-negara-penyumbang-sampah-elektronik-terbesar
  • Ertina, Nila. 2014. “Malaysia belajar pengolahan sampah ke Palembang”. Didapat dari: http://www.antarasumsel.com/berita/288914/malaysia-belajar-pengolahan-sampah-ke-palembang
  • Nathania, Lila. 2016. “Swedia, Negara yang Telah Berhasil Mendaur Ulang 99% Sampahnya”. Didapat dari: http://intisari-online.com/read/swedia-negara-yang-telah-berhasil-mendaur-ulang-99-sampahnya
  • Nindyapuspa, Ayu dan Trihadiningrum, Yulinah. “Kajian Tentang Pengelolaan Limbah Elektronik”. Didapat dari: http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29113-3309100017-Paper.pdf
  • Sancoko, Herry B. 2013. “Buang-buang Sampah di Sydney NSW, Australia”. Didapat dari: http://www.kompasiana.com/hsancoko/buang-buang-sampah-di-sydney-nsw-australia_552ca2056ea834741f8b459f
  • 2009. “India Dibanjiri 420.000 Ton Sampah Elektronik”. Didapat dari: http://techno.okezone.com/read/2009/10/28/56/270026/india-dibanjiri-420-000-ton-sampah-elektronik
  • Suharta, Daniel. 2010. “Pejabat Malaysia Saja Belajar Cara Mengelola Sampah di Jogja!”. Didapat dari: http://www.kompasiana.com/datasolusindo/pejabat-malaysia-saja-belajar-cara-mengelola-sampah-di-jogja_55002caba33311bb7450fe77
  • Zulkifli, Arif. 2013. “Belajar Mengelola Sampah Dari Jepang”. Didapat dari: http://informasi-lingkungan.blogspot.co.id/2013/06/belajar-mengelola-sampah-dari-jepang.html
Argogalih, S.E., M.M.