School of Information Systems

Sentuhan “Seni” dalam Kaidah Penulisan atau Penyusunan Pesan Eror yang Tepat didalam ilmu User Experience.

Artikel ini akan dimulai dari sebuah cerita singkat, dimana disini saya meminta Anda untuk membayangkan sebuah situasi dimana Anda sedang menikmati waktu luang dari jam kerja Anda dan Anda memutuskan untuk menjelajah sebuah aplikasi e-commerce berwarna hijau untuk mencari barang-barang kebutuhan sehari-hari yang kebetulan telah habis persediannya di rumah Anda. Ketika Anda sedang asyik menjelajah, tiba-tiba saja sinyal atau koneksi Anda terputus dimana Anda langsung sadar akan perubahan situasi dan kondisi tersebut karena Anda memperoleh sebuah pop-up pesan yang cukup besar tampil didepan layar telepon seluler Anda, dimana pesan tersebut bertuliskan: “An error occurred”. Ketika mendapati adanya pesan tersebut, Anda mungkin akan bertanya-tanya mengenai apa maksud dari munculnya pop-up pesan tersebut. Anda bahkan sama sekali mungkin saja tidak mengerti apa yang sedang terjadi sekarang, ketika Anda sedang asyik-asyiknya berbelanja online dan diberikan pop-up pesan yang bertuliskan seperti itu. Anda pun akan menjadi bingung dan tidak tahu harus melakukan apa setelah mendapat pop-up pesan tersebut bukan?

Kebingungan yang Anda alami tentunya tidak sepenuhnya menjadi kesalahan Anda. Posisi Anda disini adalah sebagai user dari aplikasi e-commerce tersebut yang mana segmen user biasanya hanyalah pihak yang sama sekali tidak mengerti bagaimana prosedur user experience bekerja. Kebingungan Anda sebagai user sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan yang terjadi pada proses penampilan pop-up pesan eror yang muncul di halaman aplikasi e-commerce yang sedang Anda gunakan. Kesalahan tersebut utamanya disebabkan oleh pihak user experience designer yang tidak tepat dalam mengimplementasikan teknik yang sesuai untuk visualisasi design UX. Kesalahan yang dilakukan oleh UX designer pada kasus tersebut adalah salah satu contoh kesalahan yang biasanya dilakukan oleh UX designer saat melakukan perancangan design UX. Disamping kesalahan tersebut, masih terdapat banyak sekali kesalahan lainnya yang berpotensi muncul atau dilakukan oleh UX designer dalam proses perancangan design UX. Oleh karena itu didalam artikel ini akan dibahas beberapa bentuk aturan, namun lebih diperhalus penyebutannya menjadi “seni” dalam teknik perancangan design UX.

Sebenarnya dalam suatu teknik perancangan design UX, penting bagi seorang UX designer untuk mengacu pada prinsip heuristic evaluation untuk selalu “keep users informed about its status”, yang artinya kita sebagai UX designer dituntut untuk bisa merancang design UX yang bisa selalu menunjukkan status user ketika menjalankan aplikasi yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam pemenuhan aturan heuristic evaluation tersebut, biasanya user experience designer harus melengkapi design user experience dengan sebuah pop-up pesan eror yang bisa menunjukkan status atau kondisi pengguna ketika menggunakan produk aplikasi rancangan mereka. Penggunaan pop-up sebenarnya juga ditujukan dengan maksud supaya pengguna bisa lebih sadar akan adanya pemberitahuan apapun, berkaitan dengan experience yang sedang pengguna alami dalam produk rancangan user experience designer tersebut.

Kembali pada kasus diatas bahwa saat pengguna memperoleh pesan eror yang bertuliskan pemberitahuan mengenai status pengguna, sebenarnya untuk merancang suatu pop-up pesan eror yang jelas dan bisa membantu pengguna, seorang UX designer tidak bisa hanya menuliskan sebuah peringatan didalam pop-up pesan tersebut bahwa eror telah terjadi. Hal ini akan sangat membingungkan bagi pengguna. Pengguna memang tau mengenai hal apa yang sedang terjadi, tapi pengguna hanya tahu bahwa yang telah terjadi adalah sebatas eror dan lebih dari hal itu, pengguna benar-benar tidak mengerti harus bagaimana dan melakukan apa saat eror tersebut terjadi.

Dengan mengacu pada fungsionalitas konsep user experience, dimana rancangan design yang dibentuk oleh UX designer adalah yang dapat memberikan sebuah fungsi bagi pengguna dari segi kemudahannya, maka dalam menyusun sebuah pop-up pesan eror didalam suatu rancangan aplikasi, perlu juga dicantumkan sebuah arahan atau petunjuk bagi pengguna sehingga selain pop-up tersebut memberitahukan mengenai status permasalahan apa yang sedang terjadi kepadanya, pengguna juga memperoleh jawaban mengenai hal apa yang harus dilakukannya untuk bisa menyelesaikan permasalahan tersebut dan kembali melanjutkan pengalamannya dalam berinteraksi. Konsep dasar inilah yang memunculkan perlunya sentuhan “seni” dalam membentuk suatu kaidah penulisan atau penyusunan pesan eror yang baik. Maka dari itu, dalam artikel ini akan dibahas beberapa bentuk tanggapan pengguna pada suatu rancangan design user experience yang belum sempurna serta akan dibahas pula mengenai bagaimana seharusnya rancangan design tersebut diperbaiki.

Dimulai dari pemunculan pop-up pesan eror yang ada pada kasus diatas, untuk menggambarkan bagaimana bentuk pesan eror tersebut secara sederhananya biasanya pesan tersebut hanya berbentuk seperti ini:

Pop-up pesan tersebut tentunya akan sangat membingungkan bagi pengguna karena hanya memberi sinyal kepada pengguna bahwa telah terjadi eror pada sistem aplikasi, namun sama sekali bertentangan dengan konsep fungsionalitas didalam user experience. Pop-up tersebut masih belim sempurna karena belum bisa memberikan solusi atau penyelesaian bagi pengguna untuk menghadapi situasi eror tersebut. Oleh karena itu, sentuhan “seni” yang dapat dituangkan untuk perbaikan pop-up pesan tersebut antara lain adalah dengan melengkapi penulisan pesan eror dengan arahan untuk memeriksa koneksi internet sebagai salah satu penyebab terjadinya eror pada sistem aplikasi. Rancangan bentuk pesan eror dapat digambarkan kembali sebagai berikut:

Dari perbaikan pop-up pesan eror tersebut pengguan menjadi lebih mengerti harus melakukan apa untuk bisa mengatasi permasalahan yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa rancangan design tersebut telah memenuhi konsep fungsionalitas pada konsep user experience dimana selain memberikan design user interface yang baik, namun juga menjamin terciptanya kemudahan yang bisa dirasakan di dalam pengalaman pengguna.

Selain bentuk penyampaian solusi yang perlu ada dalam sebuah pop-up pesan eror, penting pula bagi UX designer untuk bisa merancang suatu pop-up pesan eror yang merinci semua latar belakang permasalahan yang sedang terjadi. Misalnya saja seorang pengguna aplikasi pemutar music online yang bukan merupakan pengguna premium, tentunya pengguna biasa tidak akan bisa mengakses fitur premium. Maka dari itu, ketika pengguna tersebut mengakses fitur premium secara tidak sengaja, perlu adanya pemberitahuan dalam aplikasi tersebut dalam bentuk pop-up pesan eror yang bertuliskan “Maaf, kamu belum bisa mengakses tawaran ini” seperti yang terdapat pada gambar berikut:

Dari pop-up pesan eror tersebut sudah sangat jelas masih belum memenuhi konsep fungsionalitas didalam ilmu user experience, terlihat bahwa tidak ada penjelasan mengenai hal apa yang sedang terjadi, serta tidak ada pula solusi untuk bisa menyelesaikan permasalahan tersebut. Untuk itu, perbaikan yang bisa dilakukan untuk bisa membentuk sebuah pop-up pesan eror yang jelas bagi pengguna adalah dengan menambahkan sebuah keterangan mengenai hal apa yang menyebabkan pengguna tersebut tidak bisa mengakses fitur premium tersebut, misalnya dengan menuliskan sebuah kalimat yang berbunyi “It looks like you’ve taken a trial before, which means you aren’t eligible for this offer.” Dari kelimat tersebut pengguna bisa lebih jelas memperoleh informasi bahwa pengguna hanya mengambil fitur trial sehingga ia tidak bisa mengakses fitur premium. Selain itu, jika pop-up pesan eror tersebut dilengkapi dengan sebuah solusi, maka bisa ditambahkan dengan tulisan “But you can still get Premium for $9,99/month”. Dimana dari kalimat tersebut pengguna mendapat solusi bahwa untuk bisa mengakses fitur premium, maka pengguna harus melakukan pembelian terlebih dahulu seharga $9,99 per bulannya. Rancangan perbaikan pop-up pesan eror tersebut bisa digambarkan sebagai berikut:

Pop-up tersebut memang lebih panjang dan akan sangat mengganggu bagi pengguna yang tidak mau membaca, namun hal tersebut tetap tidak bisa merubah kondisi bahwa pengguna yang tidak mau membaca sekalipun akan tetap membutuhkan informasi dan solusi yang terdapat pada pop-up pesan eror tersebut.

Terakhir, bentuk sentuhan “seni” yang krusial dan harus ada pada pop-up pesan eror sebenarnya adalah susunan kata-kata yang tepat dan sesuai, khususnya dari segi tone kalimat yang tepat dan mudah untuk dicerna oleh pengguna. Tone kalimat yang saya maksud ditujukan sama seperti percakapan manusia pada umumnya, sehingga dari percakapan tersebut menjadi lebih bisa diterima oleh pihak pengguna. Perlu diingat bahwa tone kalimat yang sama juga berlaku pada penyampaian informasi yang diberikan lewat konsep user experience. Tone kalimat bisa dibilang menjadi sebuah sentuhan seni yang krusial dalam konsep user experience, karena tone kalimat tidak hanya mengacu pada apa yang diinformasikan, melainkan juga menekankan mengenai bagaimana informasi tersebut disampaikan. Tone kalimat merepresentasikan bagaimana karkater atau etika dari suatu unsur kebahasaan. Tone kalimat bisanya bervariasi bergantung pada kondisi atau situasi yang sedang terjadi. Tone kalimat bisa cenderung lebih serius pada suatu experience pengguna yang mengarah pada tindakan-tindakan yang beresiko, netral ataupun bersahabat, sesuai dengan masing-masing kondisi.

Sebagai contohnya misalnya, dalam suatu proses login, pengguna diminta untuk memasukkan password. Dari proses tersebut tentunya ada kemungkinan bahwa pengguna bisa saja melakukan kesalahan ketika memasukkan password. Untuk itu jika terjadi kesalahan, maka perlu ditampilkan pop-up pesan eror yang bisa menginformasikan pengguna bahwa password tersebut salah. Pada kondisi ini, UX designer harus terlebih dahulu mengidentifikasi situasi yang sedang terjadi, apakah merupakan situasi yang beresiko bagi pengguna, atau hanya situasi normal yang tidak begitu beresiko. Dari kondisi tersebut tentunya situasi yang terjadi adalah situasi yang tidak terlalu beresiko. Mengetahui hal tersebut, maka seorang UX designer bisa merancang sebuah tone kalimat dalam pop-up pesan eror yang menunjukkan informasi yang bisa diterima pada kondisi tersebut yang lebih mengarah pada situasi netral seperti misalnya “That password doesn’t match. Try again?”. Penggunaan tone kalimat seperti itu akan terkesan lebih santai dan lebih sesuai dengan suasana netral dibandingkan dengan menggunakan tone kalimat yang terlalu serius seperti “Bad request. Password supplied is invalid”. Tone kalimat tersebut terkesan lebih seperti robot dan terlalu kaku. Perlu juga diingat bahwa penggunaan tone kalimat yang netral, tetap harus terkesan baku dan tidak dianjurkan untuk menggunakan tone kalimat yang terlalu informal dan aneh seperti misalnya “Problem! The password you provided doesn’t match. Wanna try that again?”. Perbandingan antara ketika tone kalimat tersebut bisa digambarkan sebagai berikut:

Demikian adalah bentuk-bentuk sentuhan seni yang perlu diperhatikan dalam menyusun pop-up pesan eror yang sesuai dengan konsep fungsionalitas dalam ilmu user experience.

REFERENSI

Lidya Nathalie, Ferdianto