School of Information Systems

Resiko dan Ancaman pada Pengelolaan Rantai Makanan (SCM)

Pengertian

Pengelolaan Rantai Persediaan atau Supply Chain Management (SCM) adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian aliran barang, jasa, dan informasi dari pemasok ke pelanggan [1]. Hal ini adalah fungsi penting dalam bisnis, karena dapat membantu meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan meningkatkan kepuasan pelanggan.

Namun, SCM juga merupakan proses yang sangat kompleks dan menantang. Banyak risiko dan ancaman yang dapat mengganggu arus barang dan jasa, dan ini dapat berdampak signifikan pada bisnis yang dijalankan [2].

Jenis Resiko dan Ancaman

Ancaman dan Resiko pada SCM dapat dikelompokkan menjadi 4 hal yang utama, yaitu:

  1. Resiko Fisik (Physical risks): Risiko ini meliputi bencana alam, seperti banjir, gempa bumi, dan angin topan; gangguan transportasi, seperti pemogokan atau kecelakaan; dan ancaman keamanan, seperti pencurian atau vandalisme.
  2. Resiko Keuangan (Financial risks): Resiko ini meliputi perubahan nilai tukar, tingkat suku bunga dan hara komoditas; fluktuasi permintaan; dan supplier.
  3. Resiko Operasi (Operational risks): Resiko ini meliputi kesalahan dalam peramalan, produksi, atau transportasi; masalah kualitas; dan isu isu kepatuhan atas aturan yang berlaku.
  4. Resiko Keamanan Informasi (Information security risks): Resiko ini meliputi pelanggaran data, serangan malware dan perang siber [3]

Dampak Resiko dan Ancaman

Dampak risiko dan ancaman pada SCM dapat bervariasi tergantung pada sifat spesifik dari risiko, ukuran dan kompleksitas rantai pasokan dengan kemampuan bisnis untuk memitigasi risiko. Beberapa dampak potensial meliputi [2]:

  1. Peningkatan Biaya: Risiko dan ancaman dapat menyebabkan peningkatan biaya dalam berbisnis. Oleh karena itu perlu berinvestasi dalam tindakan keamanan tambahan, asuransi, atau rencana darurat.
  2. Pengurangan efisiensi: Risiko dan ancaman juga dapat menyebabkan penurunan efisiensi. Kadangkala didalam bisnis ada penundaan atau pembatalasan pesanan, atau bahkan mengubah rute pengiriman. Hal itu dapat menyebabkan hilangnya penjualan, ketidakpuasan pelanggan, maupun kerusakan pada merk usaha.
  3. Merusak reputasi: Jika bisnis tidak mampu mengelola risiko dan ancaman secara efektif, maka hal itu akan merusak reputasi perusahaan. Hal ini menyebabkan pebisnis lebih sulit untuk menarik pelanggan, mitra, dan investor dikemudian.

Mitigasi Resiko dan Ancaman

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pebisnis untuk memitigasi risiko dan ancaman terhadap serangan SCM, yaitu :

  • Penilaian Resiko (Risk assessment) [4]: Langkah ini adalah melakukan identifikasi dan menganalisa risiko maupun ancaman yang dihadapi serta mengevaluasi dampak setiap risiko.
  • Pemisahan Resiko (Risk mitigation) [5]: Setelah risiko dan ancaman diidentifikasi, pebisnis dapat mengembangkan rencana untuk memitigasinya, kemudian menerapkan langkah-langkah keamanan, mengembangkan rencana darurat, bahkan bekerja sama dengan pemasok untuk meningkatkan keandalan.
  • Perencanaan Berkelanjutan (Contingency Planning) [6]: Pada tahapan ini adalah membuat rencana darurat jika terjadi gangguan yang tidak diinginkan. Hal ini akan membantu pebisnis untuk meminimalkan dampak gangguan dan akan kembali ke operasi normal dalam waktu secepat mungkin.
  • Komunikasi (Communication) [7]: Berkomunikasi secara efektif dengan pemangku kepentingan merupakan sesuatu hal yang penting, seperti pelanggan, pemasok, dan karyawan. Hal tersebut akan membantu memastikan bahwa setiap orang menyadari risiko maupun ancaman dan bahwa mereka tahu apa yang harus dilakukan jika gangguan tersebut terjadi.

Conclusion

Risiko dan ancaman terhadap SCM sangat berdampak signifikan pada bisnis. Namun, dengan mengambil langkah-langkah untuk memitigasi risiko ini, pebisnis dapat mengurangi kemungkinan dan dampak gangguan yang ditimbulkan. Hal ini akan sangat membantu pebisnis dalam melindungi keuntungan, reputasi, maupun pelanggannya.

Selain langkah-langkah yang tercantum di atas, ada beberapa hal lain yang dapat dilakukan pebisnis dalam memitigasi risiko dan ancaman terhadap SCM [3], yaitu:

  • Review Berkala dan Perbaharui Penilaian Resiko (Regularly review and update risk assessments): Lingkungan bisnis selalu berubah, jadi penting bagi pebisnis secara teratur meninjau bahkan memperbarui penilaian risiko untuk memastikan bahwa penilaian tersebut tetap akurat disetiap waktu.
  • Investasi Teknologi (Invest in technolog)y: Teknologi dapat menjadi alat yang berharga untuk mengurangi risiko dan ancaman. Misalnya, pebisnis dapat menggunakan teknologi untuk melacak pengiriman, memantau tingkat inventaris, dan mengidentifikasi potensi ancaman keamanan.
  • Kolaborasi dengan Penyedia (Partner with suppliers): Bekerja sama dengan pemasok dapat meningkatkan keandalan dan membantu mengurangi risiko gangguan. Misalnya, pebisnis dapat bekerja sama dengan pemasok untuk mengembangkan rencana darurat, berbagi informasi, bahkan meningkatkan komunikasi satu sama lain.

Dengan mengambil langkah-langkah seperti diatas, maka akan membuat pebisnis dapat membantu melindungi diri dari risiko dan ancaman terhadap SCM dan juga memastikan bahwa mereka dapat terus beroperasi secara efektif setiap waktu.

 

References

[1]       S. LeMay, M. M. Helms, B. Kimball, and D. McMahon, “Supply chain management: The elusive concept & definition,” Int. J. Logist. Manag., vol. 28, no. 4, 2017, doi: 10.1108/IJLM-10-2016-0232.

[2]     A. Gurtu and J. Johny, “Supply chain risk management: Literature review,” Risks, vol. 9, no. 1. 2021, doi: 10.3390/risks9010016.

[3]     Z. W. Mengistu, “Minimizing organizational supply-chain cyber risks.,” Diss. Abstr. Int. Sect. B Sci. Eng., vol. 82, no. 11-B, 2021.

[4]     M. Krystofik, C. J. Valant, J. Archbold, P. Bruessow, and N. G. Nenadic, “Risk assessment framework for outbound supply-chain management,” Inf., vol. 11, no. 9, 2020, doi: 10.3390/INFO11090417.

[5]     V. Mani, C. Delgado, B. T. Hazen, and P. Patel, “Mitigating supply chain risk via sustainability using big data analytics: Evidence from the manufacturing supply chain,” Sustain., vol. 9, no. 4, 2017, doi: 10.3390/su9040608.

[6]     J. B. Skipper and J. B. Hanna, “Minimizing supply chain disruption risk through enhanced flexibility,” Int. J. Phys. Distrib. Logist. Manag., vol. 39, no. 5, 2009, doi: 10.1108/09600030910973742.

[7]     J. J. Woldt and S. Prasad, “Crises in global supply chains: The role of impression management communications,” Int. J. Prod. Econ., vol. 252, 2022, doi: 10.1016/j.ijpe.2022.108562.

Drajad Wiryawan