School of Information Systems

Understanding Interviews

Interviews atau wawancara merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui maksud dan keinginan pihak yang diwawancara. Interview menjadi salah satu metode yang paling efektif untuk mencari tahu apa yang diinginkan oleh orang dan masalah apa yang sedang ia alami. Hal ini juga berlaku untuk para User Experience Designer. Interview yang dilakukan oleh para designer ini bertujuan agar pengalaman aplikasi yang akan dirancang sesuai dengan preferensi dan kebutuhan masyarakat yang diwawancarai. Terdapat beberapa model interview yang dapat diterapkan oleh User Experience Designer. Model interview yang dapat dilakukan ini dapat berupa wawancara terstruktur hingga percakapan lisan secara langsung terhadap target pengguna aplikasi. Wawancara terstruktur biasanya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh pihak yang akan melakukan wawancara. Mulai dari pertanyaan apa yang akan diberikan, hingga tanggapan yang dapat diutarakan ketika pihak yang diwawancarai telah merespon pertanyaan yang diberikan. Wawancara terstruktur ini juga bisa berupa polling yang diberikan ke kalangan publik.

Wawancara terstruktur merupakan salah satu metode wawancara yang cukup mudah untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena persiapan sebelum wawancara yang telah dilakukan. Sehingga, ketika interview dilakukan, atau pembagian polling disebarkan, proses interview dapat berjalan dengan lebih cepat dan lebih terstruktur karena telah dipersiapkan sebelumnya. Mulai dari pertanyaan, hingga respon yang akan dipilih atau dijawab oleh pihak yang diwawancarai. Namun, wawancara terstruktur ini juga memiliki kelemahan. Salah satunya adalah, pihak yang diwawancari terbatas dengan jawaban yang telah diberikan saja (untuk polling atau vote). Jika pihak yang diwawancarai dapat memberikan respon yang tidak terduga, hal ini juga akan sulit untuk interviewer atau pihak yang mewawancarai untuk menanggapi respon tak terduga itu.

Terdapat pula model interview lain yang lebih sering diterapkan oleh User Experience Designer yaitu wawancara semi-terstruktur (semi-structured) interviews. Pada model ini, para pihak yang mewawancarai telah mempersiapkan beberapa pertanyaan yang akan diberikan pada pihak yang diwawancarai. Namun, pewawancara juga dapat memodifikasi pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk menyesuaikan segala respon tak terduga yang bisa dilontarkan oleh pihak yang diwawancari. Model wawancara ini merupakan model yang lebih simpel dan lebih fleksibel untuk diterapkan. Sehingga, wawancara yang dilakukan tidak kaku, dan benar-benar bisa mengetahui maksud dari pihak yang diwawancarai tersebut.

Pihak yang mewawancarai juga bisa mengganti atau menambahkan pertanyaan agar dapat lebih sesuai dengan topik yang benar-benar dibicarakan dalam wawancara. Untuk memulai wawancara semi-terstruktur ini, pewawancara bisa bermula dari pertanyaan sederhana, seperti apa yang dilakukan Anda ketika bangun tidur di pagi hari? Pertanyaan sederhana semacam itu dapat mengarahkan pewawancara untuk mengetahui kebiasaan apa yang dilakukan orang setiap pagi yang dapat disesuaikan dengan design aplikasi yang akan dibuat. Dari pertanyaan sederhana itu dapat selanjutnya diarahkan ke pertanyaan lain yang lebih detail yang menjawab semua pertanyaan yang ingin diajukan. Pewawancara juga bisa menyiapkan checklist box seperti gambar di samping. Jika pewawancara telah mengetahui topik yang ingin digali, maka pewawancara dapat menceklisnya. Jika target pewawancara sudah tercapai semua, maka wawancara dapat diakhiri, dan wawancara menghasilkan survey yang berguna untuk designer mendesain aplikasinya.

Selain kedua model interview yang sudah dijelaskan di atas, terdapat pula beberapa model interview yang dapat dilakukan oleh pihak yang ingin melakukan wawancara. Model ketiga adalah wawancara tidak terstruktur (Unstructured). Sesuai dengan namanya, wawancara tidak terstruktur merupakan model wawancara yang berlawanan dengan model wawancara terstruktur. Model wawancara tidak terstruktur menghindari adanya persepi atau dugaan pewawancara sebelum wawancara dilakukan. Dengan kata lain, wawancara tidak terstruktur memungkinkan pewawancara untuk mengetahui informasi yang dibutuhkan hanya pada saat wawancara dilakukan. Sebelum wawancara dilakukan, pewawancara tidak perlu berpikir untuk mengetahui respon apa yang kira-kira akan diberikan oleh pihak yang diwawancarai. Pada wawancara tidak terstuktur ini juga, pewawancara tidak perlu menyiapkan pertanyaan apa yang akan dipertanyaan. Sehingga, pertanyaan hanya akan dipertanyakan pada saat itu berdasarkan tujuan dilakukannya wawancara.

Dalam melakukan wawancara, terkadanng terdapat tantangan yang harus dilewati oleh pihak yang melakukan wawancara. Salah satunya adalah ketika pihak yang diwawancari kurang mengerti terkait dengan pertanyaan yang diberikan oleh pewawancara. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan terlebih dahulu cerita atau latar belakang yang akan mengarahkan pihak yang diwawancara untuk menjawab pertanyaan berikutnya. Dengan demikian, maka pihak yang diwawancara akan merasa berimajinasi berada dalam cerita yang diutarakan tersebut. Penyampaian cerita, skenario latar belakang merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mennghindari pihak yang diwawancarai membayangkan cerita abstrak yang dulit dipahami. Untuk lebih memahami, pihak yang diwawancara juga bisa diberikan desain visual untuk memberikan gambaran secara konkret terkait dengan saran dan pendapat mereka terkait suatu desain. Untuk mendukung proses wawancara yang baik dan efektif, terdapat pula beberapa tips and trik yang dapat dilakukan oleh pihak yang mewawancara agar dapat melakukan interview yang efektif. Berikut adalah beberapa tips yang dapat dilakukan untuk wawancara:

  • Persiapan

Persiapan yang matang sangat diperlukan sebelum melakukan wawancara. Persiapan ini dapat berupa penentuan pihak yang akan diwawancara, dan apa tujuan primer wawancara ini dilakukan. Dalam tahap ini, pihak yang melakukan wawancara harus mencari akses atau cara bagaimana untuk dapat menghubungi target partisipan wawancara. Selain itu, pada proses persiapan ini, juga pewawancara harus menentukan model wawancara seperti apa yang ingin dilakukan. Jika memang ingin melakukan wawancara terstruktur, maka pewawancara dapat menyiapkan pertanyaan dan respon yang sekiranya akan diberikan oleh pihak yang akan diwawancara. Jika memang pewawancara ingin melakukan wawancara model semi-terstruktur atau tidak terstruktur, maka setidaknya pewawancara harus terlebih dahulu menyiapkan tujuan dari wawancara yang dilakukan. Sehingga, setelah melakukan wawancara, pewawancara dapat menemukan kesimpulannya.

  • Mencatat atau merekam wawancara

Wawancara yang telah dilakukan harus dicatat atau bahkan direkam, agar pewawancara dapat memiliki pegangan untuk melacak wawancara yang sudah dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya informasi yang tertinggal untuk dicatat. Pencatatan poin penting pada sesi wawancara akan mempermudah pewawancara untuk mengetahui kesimpulan pada wawancara yang telah dilakukan untuk melakukan proses lebih lanjut. Rekaman yang dilakukan juga dapat mempermudah pewawancara untuk kembali mereview hal-hal detail yang tidak tercatat selama proses wawancara berlangsung. Dengan demikian, setiap informasi yang diberikan pada saat wawancara akan sepenuhnya tercatat dan tidak ada yang tertinggal.

  • Mengatur/membuat alur wawancara

Kebanyakan wawancara (kecuali wawancara terstruktur) memerlukan pertanyaan terbuka maupun pertanyaan tertutup dalam melakukan wawancara. Memulai dengan pertanyaan umum pada awal wawancara akan membuat pihak yang diwawancara tenang dan paham permasalahan mulai dari akarnya. Setelah melontarkan beberapa pertanyaan pembuka beserta dengan skenario awal, selanjutnya dapat diberikan pertanyaan yang lebih detail lagi. Sehingga, alur wawancara harus dipersiapkan terlebih dahulu, mulai dari pembuka, klimaks, hingga pertanyaan penutup.

  • Merefleksikan dan mengeksplorasi wawancara

Refleksi yang dilakukan pada saar wawancara membantu pewawancara untuk mengonfirmasi pengertiannya terkait dengan wawancara yang telah dilakukan. Pewawancara juga dapat menanyakan kepada pihak yang diwawancara terkait dengan kesimpulan dari wawancara tersebut. Untuk mengevaluasi, pewawancara juga bisa melihat kembali catatan yang diambil dan menanyakan klarifikasi jika terdapat catatan yang kurang dipahami.

  • Menjelaskan tujuan dan latar belakang pertanyaan

Penjelasan terkait dengan tujuan pertanyaan juga akan membuat pihak yang diwawancara mengerti tujuan diadakannya wawancara ini. Dengan demikian, maka ia akan menjawab pertanyaan sesuai dengan tujuan dan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya.

  • Menyelesaikan wawancara jika sudah mendapatkan cukup informasi

Wawancara harus dilakukan dalam waktu yang efektif. Tidak terlalu singkat, dan tidak terlalu panjang. Oleh sebab itu, ketika pewawancara telah menerima informasi yang dibutuhkan sesuai tujuan awal, pewawancara dapat langsung mengakhiri wawancara yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya proses wawancara yang bertele-tele.

REFERENSI:

Benyon, D. (2019). Designing user experience: A guide to HCI, UX and interaction design (4th Edition). Pearson

Karen Alverina Kristianto, Ferdianto