School of Information Systems

Kerangka Kerja dalam User Experience Design

User Experience (UX) atau pengalaman pengguna adalah mengenai bagaimana pengguna berinteraksi dengan aplikasi atau perangkat lunak lainnya, apakah pengalaman tersebut menyenangkan (pengguna dimudahkan) atau justru sebaliknya pengguna masih kesulitan. User Experience yang baik umumnya didukung oleh User Interface (UI) yang baik pula karena pada dasarnya UI yang user-friendly dalam artian mudah dipahami, ringan, dan memiliki konten menarik akan membuat pengguna lebih nyaman dengan produk digital yang ada sehingga intensitas pemakaian atas produk digitalnya juga lebih tinggi. Singkatnya, tujuan utama dari seorang UX designer tidak lain adalah mengutamakan penyediaan kenyamanan dan kemudahan bagi users.

Seorang UX designer memiliki kerangka kerja yang dikenal dengan akronim PACT yang merupakan singkatan dari People, Activity, Context, dan Technology atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai orang, aktivitas, konteks, dan teknologi. Adanya kerangka kerja PACT ini didasari oleh kondisi bahwa orang terutama masa kini selalu menggunakan teknologi untuk melakukan aktivitas dalam sebuah konteks. Misalnya sebagai mahasiswa menggunakan google docs untuk membuat dokumen tugas yang diberikan dosen di perkuliahan. Dalam contoh tersebut artinya mahasiswa sebagai orang menggunakan google docs sebagai teknologi untuk melakukan aktivitas yaitu membuat dokumen yang ada di dalam konteks tugas dari perkuliahan. Adapun lebih lanjutnya mengenai setiap bagian dari kerangka kerja PACT akan dijelaskan sebagai berikut:

  1. People (orang)

Pada bagian ini artinya seorang UX designer harus memahami siapa yang akan menggunakan hasil design nantinya. Hal ini menjadi penting karena UX sendiri berfokus pada users, atau dapat dikatakan juga UX ini sangat human-centered sehingga memang harus mengutamakan orang (manusia) sebagai user. Design yang lebih spesifik dapat menargetkan user yang tepat akan lebih baik karena pada dasarnya manusia sangat beragam dan akan sulit untuk menciptakan design yang dapat memuaskan semua pihak. Untuk melengkapi bagian ini, UX designer dapat menganalisa orang (user) dalam beberapa kategori seperti berdasarkan kondisi fisik, psikologis, dan sosial.

Berdasarkan kondisi fisik maksudnya terkait tinggi badan, berat badan, kondisi panca indera, maupun keadaan difabel. Hal ini penting untuk dianalisa untuk menentukan target user karena design yang baik harus menyesuaikan kapabilitas users. Sebagai contoh, jika target user orang difabel katakanlah pengguna kursi roda maka design harus dibuat senyaman mungkin, misalnya menyesuaikan ukuran design jangan sampai terlalu besar dan tinggi agar lebih mudah dijangkau. Contoh lain juga misalnya jika target user adalah orang yang buta warna maka design harus dibuat dengan tulisan yang jelas misalnya “berhenti” dan “jalan terus” bukan hanya dengan warna merah untuk berhenti dan warna hijau untuk jalan terus. Adapun selain kondisi fisik dapat juga dari psikologi yakni bagaimana seseorang menafsirkan sesuatu hal. Misalnya ada orang yang pandai mengingat angka, ada juga yang pandai mengingat tulisan, namun ada juga yang pandai dengan simbol, sehingga design yang baik diusahakan dapat memfasilitasi kebutuhan seperti ini dengan instruksi yang jelas agar tidak ada kebingungan dalam mengoperasikan design. Selain itu dalam konteks simbol juga harus diusahaan jelas dan memilih yang universal karena dalam budaya yang berbeda, penafsiran simbol juga dapat berbeda, seperti di Amerika yang menandakan centang sebagai “ya” dan silang sebagai “tidak”, namun dalam budaya lain ada juga yang menafsirkan silang sebagai tanda “ya” atau jawaban “benar” dalam menjawab soal pilihan ganda. Terakhir dalam konteks sosial artinya ada kalangan orang yang sudah sangat terbiasa dengan teknologi di kehidupan sehari-hari, atau katakanlah para expert maka design yang dibuat mungkin tidak terlalu membutuhkan panduan yang bertele-tele dan dapat dibuat lebih canggih, sementara ada juga beberapa kalangan yang masih awam sehingga design bisa dibuat semudah mungkin untuk dipahami dengan panduan yang lebih jelas.

  1. Activity (aktivitas)

Dalam hal ini, designer yang baik juga harus mengetahui jenis aktivitas apa yang ditargetkan untuk dimudahkan operasinya dengan design. Analisis tentang aktivitas yang pertama dapat dilihat dari aspek temporal, artinya harus mengetahui apakah aktivitas ini dilakukan teratur secara repetitif atau hanya aktivitas yang sesekali, kemudian apakah tergolong sederhana atau kompleks, dan apakah aktivitas merupakan siklus atau hanya aktivitas tunggal. Informasi di atas akan berkontribusi dalam pertimbangaan design, misalnya jika aktivitas adalah aktivitas sehari-hari maka harus bisa dibuat sesederhana mungkin dan seringan mungkin dengan langkah yang tidak terlalu panjang, atau jika memang aktivitas tergolong kompleks bagaimana agar perintah yang ada lebih jelas, dan jika merupakan siklus maka design harus memudahkan aktivitas agar teratur sesuai siklusnya dan meminimalisir errors agar siklus tidak terganggu. Kemudian, yang kedua adalah cooperation atau tentang apakah aktivitas hanya dilakukan sendiri atau perlu dilakukan bersama-sama, karena katakanlah dilakukan bersama design harus memungkinkan kemudahan kolaborasi antar pengguna. Terakhir, bisa juga dilihat dari konten apakah aktivitas cenderung numerik yang menggunakan angka atau tulisan, atau bahkan gambar karena hal tersebut juga akan mempengaruhi design sebaiknya dibuat sesederhana mungkin atau harus sedikit kompleks dengan tingkat akurasi yang tinggi.

  1. Context (konteks)

Berkaitan dengan point nomor 2, aktivitas selalu dilakukan dalam suatu konteks. Terdapat 3 konteks yang umum yakni konteks keadaan fisik, konteks sosial dan konteks organisasi. Pertama, konteks keadaan fisik maksudnya keadaan lingkungan sekitar, misalnya untuk akses suatu website yang berat dan kompleks tentu butuh akses internet yang lancar dan cepat namun sayangnya secara georgrafis tidak semua daerah punya akses internet seperti itu, masih ada daerah di luar area perkotaan juga, maka pembuatan design bisa diusahakan agar lebih ringan. Kedua, konteks sosial maksudnya lingkungan sekitar dalam konteks sosial, misalnya penduduk sekitar atau norma sosial yang berlaku. Sebagai contoh, sebuah design harus mempertimbangkan masalah privasi, ketersediaan pelatihan, maupun output yang dihasilkan katakanlah seperti suara bising (noise) apakah akan mengganggu bagi warga sekitar atau tidak. Terakhir, dari konteks organisasi maksudnya adalah konteks pekerjaannya, apakah bidang teknologi sendiri, bidang kesehatan, ataupun bidang lainnya.

  1. Technology (teknologi)

Pada bagian terakhir ini artinya seorang UX designer juga harus memahami tentang teknologi yang merupakan mediumnya. Sebuah design sistem biasanya akan melibatkan perangkat keras dan perangkat lunak yang kemudian saling berkomunikasi guna mengubah data input menjadi data output. Sistem ini harus dirancang agar dapat menjalankan fungsi tertentu berdasarkan kerangka kerja yang sebelumnya. Adapun salah satu point utama yang diharpkan dari output juga termasuk dari segi kemanan yang terjamin.

Sekian penjelasan dari PACT atau People, Activity, Context, dan Technology yang merupakan kerangka kerja bagi User Experience Design. Adapun penggunaan kerangka kerja ini bertujuan untuk memudahkan proses design terutama untuk pemecahan masalah yang mungkin timbul dalam keseluruhan proses design.

REFERENSI

Benyon, D. (2019). Designing user experience: a guide to HCI, UX and interaction design (4th ed.).

Adani, M. (2020). Diakses pada tanggal 5 November 2021, dari https://www.sekawanmedia.co.id/pengertian-user-experience/

Loveina Audrey Vondrea, Ferdianto, S.Kom, M.MSI