Laws of UX – Principle
Laws of UX atau hukum UX adalah kumpulan praktik terbaik yang dapat dipertimbangkan UI Designer saat membangun tampilan dari sebuah sistem. Hukum-hukum yang ada akan berkaitan satu sama lain untuk menunjang terwujudnya kepuasan dan kenyamanan pengguna. Terdapat beberapa kategori laws of UX, seperti heuristic, principle, gestalt, dan cognitive bias. Kali ini kita akan membahas kategori yang kedua, yaitu principle, yang terbagi menjadi:
- Doherty Threshold
Sumber gambar: https://lawsofux.com/
“Productivity soars when a computer and its users interact at a pace (<400ms) that ensures that neither has to wait on the other.”
Hukum ini berfokus pada seberapa pentingnya kinerja waktu respon yang mampu mengurangi persepsi menunggu ketika pengguna melakukan interaksi dengan tampilan. Semakin cepat waktu pengguna berproses dan mendapatkan hasil yang diinginkan, maka pengguna akan semakin merasa nyaman. Salah satu cara yang dapat dimanfaatkan untuk dapat membuat pengguna merasa lebih sabar untuk menunggu adalah dengan pemanfaatan animasi. Selain itu, tampilan progress bar dapat membantu toleransi waktu tunggu pengguna.
- Occam’s Razor
Sumber gambar: https://lawsofux.com/
“Among competing hypotheses that predict equally well, the one with the fewest assumptions should be selected.”
Hukum ini menjelaskan bahwa dari beberapa alternatif hipotesa yang dimiliki, maka yang perlu digunakan adalah satu yang memiliki kemungkinan asumsi paling sedikit. Sehingga, jika terdapat beberapa desain yang memiliki fungsi yang sama, maka desain yang paling sederhana adalah desain yang direkomendasikan untuk digunakan. Penting juga untuk mengelola dan meminimalisir elemen dalam sebuah desain, namun tetap memperhatikan tujuan dari desain tersebut.
- Pareto Principle
Sumber gambar: https://lawsofux.com/
“The Pareto principle states that, for many events, roughly 80% of the effects come from 20% of the causes.”
Hukum ini menjelaskan bahwa 80% efek berasal dari 20% penyebab, oleh karena itu penting untuk memberikan fokus lebih pada area design yang memberikan manfaat besar kepada pengguna. Hal ini bukan berarti bahwa are lain tidak penting, namun desain tersebut kurang bernilai dibandingkan dengan desain dari fungsionalitas lain yang lebih penting.
- Postel’s Law
Sumber gambar: https://lawsofux.com/
“Be liberal in what you accept, and conservative in what you send.”
Hukum ini disebut juga dengan robustness principle yang menjelaskan bahwa ketika pengguna berinteraksi dengan desain atau sistem, maka interaksi atau input yang diberikan oleh pengguna boleh tidak terbatas. Sedangkan, jika dilihat dari posisi sistem, maka output yang diberikan kepada pengguna harus sedetil mungkin karena berhubungan dengan tanggapan otak manusia yang cenderung akan bingung jika menerima informasi yang terlalu rumit dan tidak detil. Sehingga, penting untuk membuat desain tampilan dan proses yang sederhana dan membaginya menjadi beberapa bagian kecil dibandingkan dijadikan satu dalam satu kesatuan yang besar dan rumit.
- Tesler’s Law
Sumber gambar: https://lawsofux.com/
“Tesler’s Law, also known as The Law of Conservation of Complexity, states that for any system there is a certain amount of complexity which cannot be reduced.”
Hukum ini menjelaskan bahwa terkadang terdapat beberapa komponen yang memiliki tingkat kerumitan yang tidak bisa dihindari ataupun dikurangi sehingga satu-satunya alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan menerima ataupun beradaptasi dengan kondisi tersebut. Bahkan terkadang untuk membuat desain yang bagus, maka designer perlu untuk membuat proses menjadi rumit, namun pengguna merasa tidak terlalu rumit dikarenakan adanya desain yang menarik.
Referensi:
- https://lawsofux.com/
- https://www.interaction-design.org/literature/article/occam-s-razor-the-simplest-solution-is-always-the-best
- https://engeniusweb.com/10-psychology-principles/#:~:text=Postel’s%20Law&text=This%20is%20also%20known%20as,be%20as%20specific%20as%20possible.
- https://uxdesign.cc/teslers-law-this-is-why-you-cannot-make-ux-any-simpler-d4c0706686a5