Laws of UX – Heuristic
Laws of UX atau hukum UX adalah kumpulan praktik terbaik yang dapat dipertimbangkan UI Designer saat membangun tampilan dari sebuah sistem. Hukum-hukum yang ada akan berkaitan satu sama lain untuk menunjang terwujudnya kepuasan pengguna. Terdapat beberapa kategori laws of UX, seperti heuristic, principle, gestalt, dan cognitive bias. Kali ini kita akan membahas kategori yang pertama, yaitu heuristic, yang terbagi menjadi:
- Aesthetic-Usability Effect
Sumber gambar: https://lawsofux.com/
“Users often perceive aesthetically pleasing design as design that’s more usable.”
Hukum ini menjelaskan bahwa pengguna akan lebih tertarik pada tampilan desain yang menarik dan akan menganggapnya sebagai desain yang berguna. Hal ini disebabkan adanya respons positif dari otak manusia ketika melihat tampilan yang menarik seccara estetika. Di sisi lain, pengguna akan bersifat lebih toleran apabila ada masalah terkait kegunaan sistem, jika menghadapi desain tampilan yang menarik. Sehingga, tampilan yang menarik akan membantu menutupi masalah kegunaan sistem dan bahkan mencegah masalah ditemukan selama usability testing. Hal yang bisa dilakukan untuk mengidentifikasi aesthetic-usability effect adalah dengan melihat apa yang dilakukan dan dikatakan oleh pengguna saat melakukan usability testing.
- Fitts’s Law
Sumber gambar: https://lawsofux.com/
“The time to acquire a target is a function of the distance to and size of the target.”
Merupakan hukum yang menjelaskan bagaimana desain dari suatu tampilan harus mudah membuat penggunanya menemukan dan melakukan interaksi pada tools atau bagian yang tertentu yang dituju dalam waktu yang relatif cepat. Contohnya, dalam sebuah aplikasi video conference, pengguna harus dimudahkan untuk menemukan tombol untuk melakukan mute/unmute, menyalakan kamera, ataupun melakukan share screen. Pada hukum ini, kunci utamanya yaitu ukuran dan jarak (mencakup layout, spacing, kontras warna, dan letak informasi) antar elemen desain yang akan menentukan waktu yang dibutuhkan pengguna untuk menemukan tujuannya dan memberikan User Experience yang memuaskan.
- Goal-Gradient Effect
Sumber gambar: https://lawsofux.com/
“The tendency to approach a goal increases with proximity to the goal.”
Sebuah tujuan akan cenderung lebih ingin dicapai ketika tujuan tersebut sudah berada lebih dekat. Berkaitan dengan hal ini, terdapat goal-gradient effect yang dapat dijadikan pedoman ketika mendesain agar bisa mendapatkan user experience yang baik. Desain yang mendukung terwujudnya goal-gradient effect adalah dengan membuat tampilan yang merepresentasikan progress dan penyelesaian yang membuat pengguna termotivasi menyelesaikan aktivitas, contohnya adalah progress bar.
- Hick’s Law
Sumber gambar: https://lawsofux.com/
“The time it takes to make a decision increases with the number and complexity of choices.”
Hukum ini berfokus pada bagaimana pengaruh sebuah desain tampilan terhadap lama keputusan pengguna yang diambil. Desain tampilan dapat dikatakan kurang baik apabila ketika digunakan oleh pengguna, pengguna membutuhkan waktu lama untuk memilih pilihan yang tersedia. Sehingga, penting untuk membuat jumlah dan kompleksitas pilihan yang disesuaikan dengan kemampuan pengguna agar dapat memilih dengan tepat tanpa memakan waktu telalu panjang, dengan membuat website yang memiliki navigasi rapi dan tidak bertele-tele.
- Jakob’s Law
Sumber gambar: https://lawsofux.com/
“Users spend most of their time on other sites. This means that users prefer your site to work the same way as all the other sites they already know.”
Salah satu faktor yang membuat pengguna akan merasa nyaman menggunakan produk kita dikarenakan mereka memiliki ekspektasi yang sama atau merasa familiar dengan ketika mereka menggunakan produk lain yang sejenis. Perasaan familiar yang terbentuk membuat pengguna tidak perlu kesulitan untuk mempelajari model tampilan yang masih asing dan bisa berfokus untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Oleh karena itu, biasanya terdapat pola desain umum (contohnya website atau aplikasi e-commerce) yang bertujuan untuk memudahkan pengguna saat menggunakan produk kita.
- Miller’s Law
Sumber gambar: https://lawsofux.com/
“The average person can only keep 7 (plus or minus 2) items in their working memory.”
Keterbatasan memori manusia perlu menjadi pertimbangan dalam melakukan desain tampilan. Pertimbangan dapat diwujudkan dalam bentuk desain yang dijelaskan secara bertahap dengan jelas, sehingga membantu pengguna untuk memproses, mengerti, dan mengingat informasi secara mudah. Oleh karena itu, designer perlu menghindari tampilan yang kompleks bagi pengguna yang memaksa pengguna secara langsung untuk mengingat sesuatu.
- Parkinson’s Law
Sumber gambar: https://lawsofux.com/
“Any task will inflate until all of the available time is spent.”
Manusia memiliki kecenderungan untuk lebih fokus mengerjakan sesuatu ketika berada dalam tekanan waktu tertentu, dibandingkan ketika memiliki banyak waktu luang. Oleh karena itu, hal ini menjadi fokus dari parkinson’s law yang akan memberikan waktu tertentu untuk pengguna menyelesaikan suatu aktivitas untuk menunjang tingkat produktivitas pelaksanaan aktivitas tersebut. Contoh penerapannya adalah adanya batas waktu pembayaran ketika melakukan belanja online.
Referensi:
- https://lawsofux.com/
- https://www.nngroup.com/articles/aesthetic-usability-effect/
- https://medium.com/belajar-desain/laws-of-ux-fee5c916ca55
- https://medium.com/@nrlikhsan/mengenal-20-law-of-ux-c8b86ad5933a
- https://uxplanet.org/20-laws-of-ux-design-in-brief-b8664904f5af
- https://medium.com/swlh/ux-laws-with-practical-examples-c418b4738d20