School of Information Systems

Pencucian Uang di Fintech

Adanya globalisasi di sektor jasa keuangan yang diiringi dengan semakin berkembangnya produk jasa keuangan termasuk pemasarannya (multichannel marketing), konglomerasi, serta aktivitas dan teknologi industri jasa keuangan yang semakin kompleks baik dari sisi produk, layanan, dan penggunaan teknologi informasi, berpotensi meningkatkan risiko pemanfaatan industri jasa keuangan sebagai sarana Pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme, dengan berbagai modus operansinya yang semakin beragam dan maju. Kumunculan fintech di Indonesia mendapat sambutan yang baik terutama dari kalangan milenial yang memiliki mobilitas yang tinggi. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan bahwa fintech bisa dimanfaatkan untuk money laundering dimana perusahaan fintech lending rentan digunakan sebagai sarana pencucian uang. Sehingga menjadi kekhawatiran beberapa orang karena untuk saat ini, belum ada aturan yang jelas mengenai penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) dari regulator.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui bahwa saat ini proses skrining di industry fintech baru dilakukan oleh Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech). Fintech di Indoensia merupakan model bisnis yang baru masuk ke dalam cakupan OJK untuk pengawasannya khususnya untuk perusahaan fintech yang berbasis peer to peer landing dan perusahaan fintech tersebut akan diwajibkan untuk mengikuti POJK Nomor 12 pada tahun 2021 mendatang. Peraturan POJK Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program APU-PPT di Sektor Jasa Keuangan dan untuk saat ini peraturan tersebut hanya berlaku bagi Perusahaan Jasa Keuangan (PJK) non-fintech.

Dengan masuknya fintech, lingkup pengawasan OJK menambah dua direktorat baru yaitu direktorat Inovasi Keuangan Digital serta Direktorat Perizinan dan Pengawasan Fintech yang merupakan bentuk respon atas pergerakan fintech di Indonesia. Untuk saat ini, Lembaga Fintech belum diwajibkan untuk memberikan LPKT atau laoran transaksi keuangan tunai kepada OJK. Direktur PT Pembayaran Lintas Usaha Sukses (ESPAY CDD) Joshua Dharmawan mengatakan peluang pencucian uang dan pendanaan terorisme terbuka lebar melalui bisnis pinjaman online, pembelian investasi online, dan asuransi online. PT Pembayaran Lintas Usaha Sukses (ESPAY CDD) telah bekerjasama dengan Dow Jones dan TESS International untuk menyediakan sistem Customer Due Diligence (CDD). Melalui CDD memantau proses identifikasi dan juga verifikasi terhadap profil pelanggan yang akan melakukan transaksi keuangan.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi mengatakan penggunaan fintech harus dilakukan melalui mekanisme perbankan dengan mengenali nasabah atau know your customer (KYC). Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, calon nasabah fintech harus memiliki rekening perbankan untuk registrasi rekening fintech. OJK menerapkan standard operational prosedur (SOP) untuk Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT). Terdapat 12 SOP yang diterapkan oleh OJK untuk fintech. SOP lainnya antara lain SOP pinjam meminjam, penanganan risiko, penanganan ketika terjadi komplain nasabah, hingga SOP saat server fintech down. Apabila fintech yang mendaftar di OJK ada yang tidak memenuhi SOP yang diterapkan, maka berkas pengajuan perusahaan fintech tersebut akan ditolak.

Sources:

https://www.ojk.go.id/apu-ppt/id/peraturan/pojk/Pages/POJK-Nomor-12-POJK.01-2017-tentang-Penerapan-Program-APU-PPT-di-Sektor-Jasa-Keuangan.aspx

https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/fintech/18/06/04/p9suk8382-ojk-fintech-tak-berpotensi-jadi-sarana-pencucian-uang

https://www.wartaekonomi.co.id/read222324/mewaspadai-pencucian-uang-di-fintech.html

Riyanti Teresa Tedja