Kadin: E-Commerce Bukan Penyebab Utama Pusat Perbelanjaan Tutup
Kamar Dagang Industri (Kadin) memandang merebaknya bisnis e-commerce bukan faktor utama tutupnya banyak pusat perbelanjaan di Indonesia. Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang menganggap, belum semua masyarakat melek teknologi dan berbelanja melalui toko online.
“Saya tidak yakin bahwa penyebab utamanya adalah e-commerce,karena dari data yang ada baru sekitar 29 persen atau sekitar 26,3 juta jiwa masyarakat kita yang baru memanfaatkan internet untuk berbelanja, itu pun tidak semuanya aktif,” kata Sarman kepada Kompas.com, Minggu (17/9/2017).
Sarman mengutip data survei yang dilakukan oleh MARS, perusahaan riset di Indonesia. Pada akhir 2016 lalu, mereka mengadakan riset independen mengenai e-commerce di Indonesia. Dari survei tersebut, diketahui internet baru digunakan oleh 35,4 persen atau 90,5 juta jiwa penduduk Indonesia. Kemudian 29 persen atau sekitar 26,3 juta jiwa dari total yang terkoneksi internet, memanfaatkan internet untuk berbelanja online.
Dengan kata lain, dari seluruh populasi masyarakat Indonesia, hanya 39 persen masyarakat perkotaan dan 11,1 persen masyarakat pedesaan yang melakukan belanja online.
“Harga pembelian yang lebih murah melalui toko online dan waktu yang lebih hemat menjadi daya tarik berbelanja melalui online. Ke depan sesuai dengan perkembangan teknologi, maka belanja e-commerce ini menjadi salah satu ancaman pusat perbelanjaan,” kata Sarman.
Ia mengimbau kepada para pedagang toko-toko di pusat perbelanjaan untuk lebih kreatif dan inovatif melihat perkembangan teknologi. Selain itu, ia juga mengimbau pedagang lebih peka terhadap kebutuhan konsumen. Dengan demikian, toko mereka dapat bertahan di tengah gencarnya bisnis e-commerce.
“Karena daya beli masyarakat juga semakin menurun. Kondisi ekonomi yang mengalami pelambatan ini berdampak pada mandegnya pendapatan masyarakat, sehingga masyarakat semakin selektif dan menghemat dalam membelanjakan uangnya,” kata Sarman.
Pelaku Bisnis Ritel Harus Sering Manfaatkan E-Commerce
Di tengah makin maraknya teknologi digital, pelaku bisnis ritel harus sering memanfaatkan e-commerce untuk makin meningkatkan penjualan. Pada saat bersamaan, bisnis dengan cara offline pun harus tetap berjalan.
Kombinasi itu sebagaimana dijelaskan Manager Advertising & Promotion Lindeteves Trade Center (LTC) Hendry Trie Asmono juga dijalankan pihaknya. “Bisnis di sini kebanyakan melayani industri,” tuturnya hari ini. Catatan terkumpul menunjukkan bahwa LTC merupakan pusat perdagangan berkonsep trade mall (TM). Berbeda dengan mall, TM adalah kumpulan kios milik pedagang dengan kenyamanan seperti mall. Pengembang menjual toko untuk menjadi milik pembeli. Toko itu bisa dipindahtangankan kepada penyewa. Sementara, mall lebih banyak menghadirkan toko yang disewakan. LTC yang dikelola oleh Agung Podomoro Land (APL) bertema pasar perkakas (tools market). Selain LTC, TM APL yang mengusung tema ini adalah Harco Glodok dan Plaza Kenari Mas.
Berbicara soal target, Hendry menerangkan bahwa LTC yang berdiri sejak 2006 itu mematok target mempertahankan pengunjung 50.000 orang per hari sampai dengan akhir 2007. Saat ini, total 3.000 kios di LTC sudah terisi penuh. Hendry menerangkan untuk menambah daya tarik bagi pengunjung, pengelola LTC menggelar berbagai kegiatan mulai dari promosi, pembukaan gerai yang bisa menunjang kesehatan pengunjung mulai dari pijat refleksi hingga gerai hidroponik.
Sektor “e-Commerce” Meningkat, Wiraland Kembangkan Pergudangan
Tumbuh pesatnya perdagangan daring atau e-commerce di Indonesia menunjukkan penjualan yang bisa diakses melalui gawai semakin mudah dan terjangkau. Pada 2014 lalu, Euromonitor mengungkapkan bahwa penjualan daring di Indonesia mencapai 1,1 miliar dollar AS. Data sensus milik Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyebutkan, industri e-commerce Indonesia dalam 10 tahun terakhir tumbuh sampai 17 persen dengan total jumlah usaha 26,2 juta unit.
Riset global dari Bloomberg menyatakan pada 2020 nanti, lebih dari separuh penduduk Indonesia akan terlibat dalam aktivitas e-commerce. Pemerintah juga memberikan dukungan yang sangat besar agar pertumbuhan e-commerce semakin kuat. Salah langkah yang diupayakan dan ditempuh adalah dengan menggandeng Jack Ma, pendiri raksasa e-commerce Tiongkok, Alibaba, untuk menjadi penasihat khusus e-commerce Indonesia.
“Selain memberikan dukungan pada e-commerce, pemerintah juga melakukan pembangunan infrastruktur. Ini saling berhubungan karena berdampak pada sistem pengiriman barang dan pergudangan di Indonesia,” Direktur Sales dan Marketing Wiraland, Jenny Lok, Senin (4/9/2017).
Meningkatnya sektor e-commerce juga mendorong permintaan terhadap sarana pergudangan. Lembaga konsultan properti Jones Lang Lasalle (JLL) menyebutkan, terbatasnya pasokan yang dibutuhkan dalam aktivitas e-commerce menjadi salah faktor yang membuat pengembang semakin melirik sektor modern warehouse(gudang penyimpanan modern). Bila dibandingkan dengan China dan Singapura tempat menjamurnya aktivitas e-commerce, maka pasokan pergudangan di Indonesia masih tergolong rendah.
Sebagai pengembang, Wiraland kemudian memenuhi permintaan modern warehouse yang semakin meningkat seiring pertumbuhan e-commerce di Indonesia. Alasannya, perkembangan bisnis transaksi daring sangat didukung oleh pasar yang besar serta komitmen pemerintah dalam membangun infrastruktur sebagai salah satu kemudahan dalam berbisnis. Wiraland kemudian mengembangkan Logistics Centre (WLC), kawasan pergudangan komersial. Berada di Jalan Raya Tanjungmorawa KM 21, pergudangan ini menjadi pendukung aktivitas pasar daring.
“Harga gudang multifungsi ini mulai Rp 1 milar. Kami prediksikan kenaikan tanah akan mencapai minimal 200 persen,” ucap Jenny.
Sumber :
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/09/17/164138326/kadin-e-commerce-bukan-penyebab-utama-pusat-perbelanjaan-tutup
http://properti.kompas.com/read/2017/09/04/160000221/sektor-e-commerce-meningkat-wiraland-kembangkan-pergudangan-
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/09/12/175756926/pelaku-bisnis-ritel-harus-sering-manfaatkan-e-commerce