MENGINTIP SAMPAH ELEKTRONIK DI NEGERA LAIN (Part 1)
“Perlu adanya langkah segera untuk menghentikan bumi dari timbunan sampah elektronik. Jika tidak, sampah elektronik akan menjadi bom waktu” (Ming Wong, Direktur Institut Croucher untuk Pengetahuan Lingkungan di Hong Kong Baptist University, 2013).”Jika kita bukan bagian dari solusi, maka kita adalah bagian dari masalah” (Eldridge Cleve).
Sampah Elektronik di Indonesia
Sampai saat ini, Indonesia masih belum mempunyai peraturan yang spesifik mengenai pengelolaan sampah elektronik (e-waste). Sumber sampah elektronik di Indonesia berasal dari konsumsi domestik, yaitu banyaknya penggunaan alat elektronik di skala rumah tangga. Karena teknologi yang semakin canggih dan harga yang semakin terjangkau, membuat penduduk Indonesia banyak memakai alat elektronik secara berlebihan dan berganti-ganti alat elektronik sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada (Nindyapuspa dan Trihadiningrum, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Selain itu, sampai elektronik juga ditemukan dari impor dan pasar gelap, dengan masing-masing persentase 50%. Selain dari rumah tangga, sampah elektronik di Indonesia juga berasal dari pelabuhan di seluruh Indonesia. Pelabuhan tersebut menjadi tempat berlabuhnya kapal yang mengangkut alat elektronik bekas dari luar negeri (Nindyapuspa dan Trihadiningrum, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Sampah elektronik yang ditangani oleh sektor informal berasal dari peralatan elektronik yang sudah rusak. Peralatan elektronik yang telah rusak diambil oleh pemulung, lalu dibawa ke agen sampah. Kemudian, alat elektronik yang berada di agen sampah diperbaiki, dibongkar, dan didaur ulang. Sampah elektronik yang telah ditangani oleh agen sampah tersebut, yang semula tidak memiliki nilai jual, menjadi memiliki nilai jual. Hasil penanganan sampah elektronik yang dilakukan oleh agen sampah tersebut dijual ke konsumen, sedangkan yang sudah tidak memiliki nilai jual lagi dibuang ke landfill. Akan tetapi, di landfill tidak ditemukan sampah elektronik secara signifikan (Nindyapuspa dan Trihadiningrum, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Pada sektor informal, sampah elektronik yang timbul dikelola oleh toko service, pemulung, dan toko pengumpul sampah skala menengah. Kemudian sampah elektronik tersebut pada akhirnya didaur ulang atau dilebur, kemudian diserahkan ke toko pengumpul sampah skala besar. Dari toko pengumpul sampah skala besar, sampah elektronik yang dihasilkan akan dibawa pemulung ke landfill lalu dibuang ke luar kota atau diekspor (Nindyapuspa dan Trihadiningrum, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Akhir-akhir ini perdagangan dan impor ilegal peralatan elektronik bekas dan sampah elektronik memperburuk situasi. Pembuangan sampah elektronik dari negara maju ke negara berkembang, termasuk Indonesia, dengan alasan bantuan kemanusiaan untuk korban bencana alam atau pendidikan padahal usia pakai dari barang elektronik bekas sangat pendek bahkan nol sama sekali.Di beberapa kawasan di Indonesia, barang elektronik bekas dan sampah elektronik diterima sebagai barang impor ilegal dan “legal” – menggunakan dokumen perizinan yang tidak sesuai(2006, ANTARA News).
Batam adalah salah satu lokasi tujuan limbah elektronik dan barang bekas.Barang elektronik bekas sangat diminati di Batam karena pangsa pasar yang sangat besar dengan orientasi harga murah walaupun umur pemakaian lebih pendek, komponen yang perbaikannya lebih mahal daripada membeli baru atau bekas lagi. Sementara untuk kawasan Indonesia Timur, sejak tahun 1980-an, penyebaran sampah elektronik asal Singapura dan Malaysia terpusat di Pare-Pare (Sulawesi Selatan) dan Kepulauan Wakatobi (Sulawesi Tenggara) (2006, ANTARA News).
Belajar dari Malaysia
Kebijakan tentang penanganan sampah elektronik di Malaysia diatur dalam Environmental Quality (Scheduled Wastes) Regulations (EQSWR) tahun 2005, yang dikeluarkan oleh Department of Environment (DOE) di bawah Ministry of Natural Resources and Environment (NRE). Peraturan EQSWR tahun 1989 berbasis pada konsep cradle to grave, di mana timbunan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan. Pada peraturan EQSWR tahun 2005 lebih mengacu pada kategorisasi sampah elektronik dibandingkan dengan sumber asli sampah (Kalana, 2010). Sampah elektronik yang didaur ulang berasal dari perkantoran, yaitu sekitar 90%, diikuti dengan institusi pendidikan dan rumah tangga masing-masing 5%, sedangkan sumber sampah elektronik yang dikelola MRF parsial berasal dari perkantoran 60%, institusi pendidikan 5%, rumah tangga 5%, kantor pemerintahan 20%, dan penyapu jalan 10% (Nindyapuspa dan Trihadiningrum, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Berdasarkan data Department of Environment (DOE) Malaysia, jumlah timbulan sampah elektronik di Malaysia pada tahun 2008 mencapai 102.808,53 metric ton. Timbulan sampah elektronik ini meningkat dari tahun 2007, di mana jumlah timbunan sampah elektronik yang dihasilkan di Malaysia pada tahun tersebut mencapai 52.718, 19 metric ton. Sementara itu, jumlah sampah elektronik yang dihasilkan oleh pabrik di pusat industri Bangi, mencapai 35 metric ton per bulan, dari lima pabrik yang beroperasi di Bangi (Nindyapuspa dan Trihadiningrum, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Ada dua macam pendaur ulang sampah elektronik di Malaysia, yaitu pendaur ulang penuh dan pendaur ulang parsial. Pendaur ulang penuh mendaur ulang semua komponen alat elektronik, sedangkan pendaur ulang parsial hanya mendaur ulang beberapa komponen alat elektronik (Nindyapuspa dan Trihadiningrum, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Untuk limbah beracun dan berbahaya (hazardous waste), pengelolaan diserahkan kepada konsorsium swasta yang bertugas mengoperasikan sebuah pusat fasilitas pengolahan limbah beracun terpadu yang berlokasi di Bukit Nanas, Negeri Sembilan. Seluruh peraturan dan pengawasan limbah beracun berada di bawah wewenang dan diawasi secara ketat oleh pemerintah Malaysia, baik pada tingkat pusat maupun wilayah. Sebagai upaya pengurangan produksi limbah industri, pemerintah Malaysia mengeluarkan keringanan pajak bagi industri-industri yang menggunakan teknologi ramah lingkungan, serta melakukan promosi agar industri mengolah dan memanfaatkan kembali produk-produk dan kemasannya.
Di tahun 2014, Malaysia belajar tata cara pengolahan sampah secara manual kepada Pemkot Palembang yang dinilai telah berhasil dengan melibatkan masyarakat.Sampai kini, keterlibatan masyarakat dalam pengolahan sampah di Malaysia masih sangat minim, akibatnya pemerintah mesti mengeluarkan biaya tinggi untuk mengurus kebersihan karena menggunakan mesin berteknologi tinggi.Selama ini, Malaysia menerapkan kebersihan negeri dengan biaya tinggi karena menggunakan mesin dengan berteknologi terbaru (Ertina, 2014, ANTARA Sumsel). Sebelumnya di tahun 2010, pejabat Malaysia juga menyempatkan diri untuk belajar mengelola sampah di Yogyakarta (Suharta, 2010, kompasiana.com).
Daftar Pustaka
- “Fakta – Limbah Elektronik (“E-Waste”) di Indonesia”. Didapat dari: http://www.antaranews.com/berita/49095/fakta–limbah-elektronik-e-waste-di-indonesia
- “Meninjau Penanganan Sampah di Malaysia”. Didapat dari: http://pram70.blogspot.co.id/2006/09/meninjau-penanganan-sampah-di-malaysia_02.html
- “Sampah Elektronik India Meningkat Seiring Ledakan Ekonomi”. Didapat dari: http://www.antaranews.com/berita/62586/sampah-elektronik-india-meningkat-seiring-ledakan-ekonomi
- “Sampah Elektronik bisa menjadi Bom Waktu”. Didapat dari: http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-09-18/sampah-elektronik-bisa-menjadi-bom-waktu/1192360
- Chandrataruna, Muhammad dan Ngazis, Amal Nur. 2013. “Ini Negara Penyumbang Sampah Elektronik Terbesar”. Didapat dari: http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/466986-ini-negara-penyumbang-sampah-elektronik-terbesar
- Ertina, Nila. 2014. “Malaysia belajar pengolahan sampah ke Palembang”. Didapat dari: http://www.antarasumsel.com/berita/288914/malaysia-belajar-pengolahan-sampah-ke-palembang
- Nathania, Lila. 2016. “Swedia, Negara yang Telah Berhasil Mendaur Ulang 99% Sampahnya”. Didapat dari: http://intisari-online.com/read/swedia-negara-yang-telah-berhasil-mendaur-ulang-99-sampahnya
- Nindyapuspa, Ayu dan Trihadiningrum, Yulinah. “Kajian Tentang Pengelolaan Limbah Elektronik”. Didapat dari: http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29113-3309100017-Paper.pdf
- Sancoko, Herry B. 2013. “Buang-buang Sampah di Sydney NSW, Australia”. Didapat dari: http://www.kompasiana.com/hsancoko/buang-buang-sampah-di-sydney-nsw-australia_552ca2056ea834741f8b459f
- 2009. “India Dibanjiri 420.000 Ton Sampah Elektronik”. Didapat dari: http://techno.okezone.com/read/2009/10/28/56/270026/india-dibanjiri-420-000-ton-sampah-elektronik
- Suharta, Daniel. 2010. “Pejabat Malaysia Saja Belajar Cara Mengelola Sampah di Jogja!”. Didapat dari: http://www.kompasiana.com/datasolusindo/pejabat-malaysia-saja-belajar-cara-mengelola-sampah-di-jogja_55002caba33311bb7450fe77
- Zulkifli, Arif. 2013. “Belajar Mengelola Sampah Dari Jepang”. Didapat dari: http://informasi-lingkungan.blogspot.co.id/2013/06/belajar-mengelola-sampah-dari-jepang.html