Konsep Metodologi Riset dan Aplikasinya Pada Area Sistem Informasi dan Manajemen (Bagian 3)
Setelah mengetahui mengenai definisi singkat dari konsep metode riset kuantitatif, kualitatif, dan MMR, berikut ini adalah suatu pemahaman atau pandangan umum (worldview) mengenai filosofi riset yang ada saat ini menurut versi Creswell.
Creswell menggunakan istilah worldview sebagai pengertian dari rangkaian pemahaman yang memicu timbulnya produk pemikiran dan aksi-aksi ilmiah. Worldview versi Creswell atau yang biasa disebut paradigm atau epistemology atau metodologi riset; terdiri dari empat kuadran pemahaman fundamental, diantaranya: (a) post-positivisme, (b) konstruktivisme, (c) advocacy/participatory, dan (d) pragmatism. (lihat Tabel 1)
(1) Kuadran I: Postpositivisme
Menurut Phillips & Burbules (2000) yang dikutip dari Creswell [1], pemahaman postpositivisme terbentuk dari asumsi yang mana ilmu pengetahuan bersifat konjektural (terkaan) – tidak ada kebenaran yang absolute atau mutlak. Setiap pembuktian yang disajikan dalam tiap riset adalah tidak pernah sempurna dan selalu keliru. Dalam beberapa penelitian kuantitatif, permasalahan mengenai ketidaksempurnaan dapat dijadikan alasan untuk tidak melakukan pembuktian hipotesis meskipun para peneliti menemukan celah kesalahan untuk menolak hipotesis. Riset kuantitatif terdahulu oleh Turnbull et al [5], Leek & Kun [6], dan Leek & Chansawatkit [7] adalah beberapa contoh riset kuantitatif yang tidak melakukan pembuktian hipotesis dalam riset mereka. Sampel riset yang terlalu meluas dan silih berganti adalah salah satu alasan pembuktian hipotesis tidak dilakukan.
(2) Kuadran II: Constructivisme
Inti dari konstruktivisme adalah pemahaman yang terbentuk dari sejumlah perspektif yang dijadikan sebagai solusi atas suatu permasalahan. Yang mana jawaban dari segala situasi yang sedang diteliti adalah bersumber dari berbagai perspektif atau sudut pandang social. Dalam pemahaman ini peneliti bertugas untuk mempersempit berbagai perspektif yang sangat luas dan menginterpretasikan hasil temuannya sesuai dengan pengalaman dan keahliannya.
(3) Kuadran III: Advocacy/Participatory
Adalah pemahaman mengenai riset yang harus terlibat dengan permasalahan politik dan tujuan politik. Suara-suara dari partisipan riset digunakan untuk dapat meningkatkan harkat hidup orang banyak. Dalam konsep pemahaman ini, dapat diambil contoh mengenai kasus buruh tidak terlatih (unskilled labour) di Indonesia yang menginginkan peningkatan kesejahteraan kehidupan social mereka. Produk pemikiran dari pemahaman riset Kuadran III pada kasus buruh ini mungkin dapat mempengaruhi pemerintah untuk melakukan adjustment atau penyetelan kembali peraturan perundangan yang telah ditetapkan.
(4) Kuadran IV: Pragmatisme
Pragmatisme adalah konsep pemahaman riset yang berbasis pada independensi atau kebebasan. Pada hakikatnya para peneliti dengan paham pragmatism selalu percaya bahwa riset akan selalu terjadi dalam setiap konteks social, politik, rekayasa teknologi, dan lain sebagainya. Tidak mungkin menyamaratakan penggunaan satu metode (kualitatif atau kuantitatif saja) ke dalam beberapa konteks keilmuwan. Oleh sebab itu variasi penggunaan metode, teknik, dan prosedur riset baik dalam pengumpulan data maupun analisisnya adalah konsep yang diangkat oleh para peneliti pragmatism agar dapat memberikan solusi terhadap berbagai fenomena yang muncul.
Jika diamati dalam sudut pandang peneliti, kira-kira masuk ke dalam kuadran manakah kita?
Referensi
[1] | J. W. Creswell, Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches, California, USA: Sage Publications, Inc, 2009. |
[2] | University of Bradford, School of Management, “Effective Learning Service,” in Introduction to Research and Research Methods, University of Bradford, pp. 1-46. |
[3] | D. Huff, How to lie with statistics, New York: W. W. Norton & Company, Inc, 1954. |
[4] | R. Fidel, “Are we there yet?: Mixed methods research in library and information science,” Library & Information Science Research, vol. 30, pp. 265-272, 2008. |
[5] | P. W. Turnbull, S. Leek and G. Ying, “Customer confusion: The mobile phone market,” J. Market.Manage, vol. 16, pp. 143-163, 2000. |
[6] | S. Leek and D. Kun, “Consumer confusion in the Chinese personal computer market,” J. Product Brand Manage., vol. 15, pp. 184-193, 2006. |
[7] | S. Leek and S. Chansawatkit, “Consumer confusion in the thai mobile phone market,” J.Consumer Behav, vol. 5, pp. 518-532, 2006. |