Penerapan Business Intelligence Pada Industri Perbankan, Retail dan Pendidikan
Arta M. Sundjaja
Universitas Bina Nusantara
Abstrak
Penggunaan teknologi informasi dalam mengotomatisasi proses bisnis dalam sebuah sistem informasi dimana perusahaan akan menyimpan data transaksi harian dalam jumlah yang cukup banyak. Dalam era bigdata, perusahaan mengelola data transaksi dalam jumlah yang sangat besar dan manusia memiliki keterbatasan kemampuan dalam menganalisa data dalam jumlah yang sangat besar tersebut untuk menghasilkan informasi yang berguna yang akan membantu dalam proses pengambilan keputusan Penulis mencoba menelusuri dan membandingkan penerapan business intelligence pada industri perbankan, retail dan pendidikan sehingga dapat meningkatkan kualitas keputusan yang diambil oleh pihak manajemen perusahaan dalam menyelesaikan masalah bisnis. Pemaparan penerapan business intelligence pada penulisan ini diawali dengan peranan business intelligence pada setiap industri dilanjutkan dengan ilustrasi penerapan business intelligence pada setiap industry dan diakhiri dengan implikasi bisnis dari penerapan business intelligence.
Keyword : Business intelligence, industri perbankan, industri pendidikan, industri retail.
Latar Belakang
Era globalisasi telah merubah para pelaku didunia industri dalam mengelola sebuah bisnis. Berbagai produk diperkenalkan kepada masyarakat dari berbagai segmen untuk menarik perhatian sehingga pada akhirnya menggunakan produk tersebut. Penggunaan teknologi informasi dalam mengotomatisasi proses bisnis dalam sebuah sistem informasi dimana perusahaan akan menyimpan data transaksi harian dalam jumlah yang cukup banyak. Dalam era bigdata, perusahaan mengelola data transaksi dalam jumlah yang sangat besar dan manusia memiliki keterbatasan kemampuan dalam menganalisa data dalam jumlah yang sangat besar tersebut untuk menghasilkan informasi yang berguna yang akan membantu dalam proses pengambilan keputusan (Trkman, McCormack, Valadares de Oliveira, & Ladeiraa, 2010).
Data mining dapat memberikan kontribusi terhadap pemecahan permasalahan bisnis pada industri dengan mengidentifikasi pola dan tren saat ini, bagaimana perilaku dana tahapan terhadap kondisi ekonomi, politik dan sosial. Korelasi antara berbagai variabel dalam data bisnis tidak dapat langsung terlihat oleh manager karena terlalu besarnya volume data dan keterbatasan dari analyst yang memproses data tersebut. Manager perlu beberapa langkah sebelum mendapatkan kesimpulan terhadap pola perilaku dari pelanggan untuk memahami, memisahkan, mempertahankan dan memelihara nasabah yang menguntungkan. Business intelligence dan data mining membantu para manager dan pengelola produk dalam mengidentifikasi berbagai kelas dari pelanggan dan menghasilkan produk atau layanan yang sesuai dengan kebutuhan dari pelanggan tersebut dan atau penentuan strategi harga untuk menghasilkan manajemen penghasilan yang lebih baik (Ubiparipović & Đurković, 2011).
Penulis mencoba menelusuri dan membandingkan penerapan business intelligence pada industri perbankan, retail dan pendidikan sehingga dapat meningkatkan kualitas keputusan yang diambil oleh pihak manajemen perusahaan dalam menyelesaikan masalah bisnis. Pemaparan penerapan business intelligence pada penulisan ini diawali dengan peranan business intelligence pada setiap industri dilanjutkan dengan ilustrasi penerapan business intelligence pada setiap industry dan diakhiri dengan implikasi bisnis dari penerapan business intelligence.
Landasan Teori
Definisi Business Intelligence.
Menurut Niu (2009), business intelligence adalah proses mengekstrak, transformasi, mengelola, dan menganalisis data bisnis untuk mendukung pengambilan keputusan. Dalam proses ini pada umumnya melibatkan data set dalam jumlah besar yang tersimpan dalam datawarehouse. Proses business intelligence meliputi lima tahapan :
1.Pengumpulan data.
Sistem business intelligence dapat mengekstrak data dari beberapa sumber data yang berasal dari berbagai unit bisnis seperti pemasaran, produksi, sumber daya manusia, dan keuangan. Data yang sudah diekstrak harus dibersihkan, transformasi, dan terintegrasi untuk dapat dianalisis.
2.Analisis data.
Pada tahapan ini, data dikonversi menjadi informasi atau pengetahuan melalui berbagai macam teknik analisis seperti laporan, visualisasi, dan data mining. Hasil dari proses analisis dapat membantu pihak manajemen untuk memahami situasi dan mengambil keputusan yang lebih baik.
3.Kesadaran situasi.
Kesadaran terhadap situasi dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap keadaan keputusan saat ini berdasarkan hasil analisis data.
4.Penilaian resiko.
Kesadaran terhadap situasi yang cukup bervariasi dapat membantu manajer untuk memprediksi masa depan, identifikasi ancaman dan peluang, dan merespon sesuai dengan kebutuhan. Saat ini bisnis beroperasi dalam kondisi lingkungan yang kompleks. Pengambilan keputusan bisnis lebih mungkin disertai resiko yang berasal dari lingkungan eksternal dan internal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penilaian resiko merupakan fungsi penting pada sistem business intelligence.
5.Dukungan pengambilan keputusan.
Tujuan utama dari business intelligence adalah membantu manajer mengambil keputusan dengan bijaksana berdasarkan data bisnis saat ini.
Arsitektur Sistem Business Intelligence
Menurut Inmon (2002) yang dikutip oleh Niu (2009), pada umumnya sistem business intelligence terdiri dari empat level komponen dan modul manajemen metadata. Arsitektur general dari sistem business intelligence terlampir pada gambar 1. Komponen-komponen saling berinteraksi untuk memfasilitasi fungsi dasar business intelligence: mengekstrak data dari sistem operasional perusahaan, menyimpan data yang sudah diekstrak kedalam datawarehouse, dan menarik data yang disimpan untuk berbagai aplikasi analisis bisnis.
- Level sistem operasional.
Sebagai sumber data dari sistem business intelligence, sistem operasional bisnis pada umumnya menggunakan sistem online transaction processing (OLTP) untuk mendukung kegiatan bisnis sehari-hari. Pada umumnya sistem OLTP adalah sistem penerimaan order pelanggan, sistem keuangan, dan sistem sumber daya manusia.
- Level akuisisi data.
Pada level ini adalah komponen pra proses terdiri dari 3 tahapan yaitu : ekstraksi, transformasi, dan memasukkan (ETL). Sebuah perusahaan memiliki beberapa sistem OLTP yang menghasilkan jumlah data yang sangat besar. Data tersebut pertama kali diekstrak dari sistem OLTP oleh proses ETL dan kemudian ditransformasi sesuai dengan aturan transformasi. Apabila data yang sudah ditransformasi maka data tersebut dimasukkan ke data warehouse. ETL merupakan komponen dasar dari sistem business intelligence karena kualitas data dari komponen lain tergantung pada proses ETL. Dalam perancangan dan pengembangan ETL, kualitas data, fleksibilitas sistem dan kecepatan proses adalah perhatian utama.
- Level penyimpanan data.
Data yang telah diproses oleh komponen ETL disimpan dalam data warehouse dimana biasanya diimplementasikan dengan menggunakan tradisional sistem manajemen database (RDMS). RDMS didesain untuk mendukung proses transaksi, sangat bertolak belakang dengan data warehouse berfokus kepada subyek, varian waktu dan disimpan secara terintegrasi. Skema star dan snowflake merupakan skema data warehouse yang paling populer. Apapun skema yang dipakai, tipe tabel pada data warehouse adalah fact tables dan dimension tables.
- Level analitis.
Berdasarkan data warehouse, berbagai macam aplikasi analitikal telah dikembangkan. Sistem business intelligence mendukung 2 tipe dasar dalam fungsi analitikal: pelaporan dan online analytical processing (OLAP). Fungsi pelaporan menyediakan manajer berbagai jenis laporan bisnis seperti laporan penjualan, laporan produk, dan laporan sumber daya manusia. Laporan dihasilkan dari menjalankan queries kedalam data warehouse. Data warehouse queries pada umumnya sudah didefinisikan oleh pengembang data warehouse. Laporan yang dihasilkan oleh sistem business intelligence biasanya memiliki format yang statis dan berisi tipe data yang pasti.
Analitikal business intelligence yang paling menjanjikan adalah OLAP. Menurut Codd et al (1993) yang dikutip oleh Niu (2009), OLAP memungkinkan manajer untuk secara efisien mendalami data bisnis dari berbagai dimensi analisis melalui operasi pengirisan, pemotongan dan pendalaman. Sebuah analisis dimensi merupakan perspektif melalui bagaimana data tersebut dipresentasikan, sebagai contoh: tipe produk, lokasi penjualan, waktu dan pelanggan. dibandingkan dengan fungsi laporan, OLAP mendukung analisis data sesuai dengan kebutuhan. OLAP merupakan model data multidimensional yang dikenal sebagai skema snowflake dan star. Sebagai tambahan dari laporan dan OLAP, terdapat banyak tipe analitikal yang lain yang dapat dibuat berdasarkan sistem data warehouse seperti data mining, executive dashboards, customer relationship management, dan business performance management.
- Manajemen metadata.
Metadata merupakan data khusus mengenai data lain seperti sumber data, penyimpanan data warehouse, peraturan bisnis, otorisasi akses, dan bagaimana data diekstrak dan ditransformasi. Metadata sangat penting dalam menghasilkan informasi yang akurat, konsisten dan pemeliharaan sistem. Manajemen metadata mempengaruhi semua proses dari perancangan, pengembangan, pengujian, penyebaran dan penggunaan sistem business intelligence.
Gambar 1. Arsitektur sistem business intelligence secara umum
Sumber : Niu, 2009.
Business intelligence pada industri perbankan
Penerapan business intelligence pada industri perbankan merupakan kunci sukses dalam mengefisiensikan dan mengefektifkan kegiatan bisnis utama dengan kemampuan dalam mendapatkan, mengelola dan menganalisa data nasabah, produk, layanan, kegiatan operasi, pemasok dan rekan kerja dalam jumlah yang sangat besar. Contoh penerapan business intelligence pada industri perbankan adalah customer relationship management, customer credit analysis, risk management, credit card analysis, customer segmentation, dll (Hair, 2007), (Dan, 2008). Peranan business intelligence dalam kegiatan bisnis dapat menyediakan layanan yang lebih personal kepada pelanggan dan secara radikal meningkatkan kualitas servis dari bank tersebut. Pengelola produk perbankan bersaing dalam mendesain produk dan layanan yang dapat menjawab setiap kebutuhan suatu segmen tertentu.
Salah satu penerapan customer credit analysis adalah penerapan model penilaian kredit nasabah (Ince & Aktan, 2009). Penilaian kredit nasabah merupakan kegiatan paling penting untuk mengevaluasi aplikasi pinjaman yang diajukan oleh nasabah. system penilaian kredit digunakan untuk memodelkan potensi resiko dari aplikasi pinjaman, dimana system tersebut memiliki keuntungan karena dapat menangani aplikasi pinjaman dalam jumlah besar dengan cepat tanpa membutuhkan sumber daya yang banyak sehingga dapat menurunkan biaya operasional dan efektif dalam mengurangi penalaran dalam pengambilan keputusan. Dengan persaingan dan pertumbuhan pasar kredit konsumen, para pemain di industri perbankan saling berlomba untuk mengembangkan strategi yang lebih baik berkat bantuan penerapan model penilaian kredit. Tujuan dari penilaian kredit adalah memberikan kemampuan kepada bagian analisa kredit untuk menentukan aplikasi pinjaman nasabah yang diterima dari pihak marketing bank termasuk “kredit yang baik” dimana para nasabah yang termasuk dalam kategori tersebut memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk membayar kewajiban finansialnya kepada bank atau “kredit yang jelek” dimana para nasabah yang termasuk dalam kategori tersebut memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Huseyin Ince dan Bora Aktan (2009), peneliti membandingkan kinerja dari model penilaian kredit menggunakan pendekatan tradisional dan artificial intelligence (discriminant analysis, logistic regression, neural networks, classification, and regression tree). Penelitian percobaan dengan data riil telah mendemonstrasikan bahwa classification, regression tree, dan neural networks mengalahkan kinerja model penilaian kredit secara tradisional dalam hal prediksi keakuratan dan type II errors.
Analisis terhadap data pelanggan merupakan kunci utama bagi pihak manajemen bank untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal. Dengan menggunakan konsep pareto, bahwa dengan mendesain produk dan layanan kepada 20% nasabah dapat memberikan hasil sebesar 80% terhadap keuntungan. Pihak manajemen mempercayai bahwa dengan menganalisa 20% nasabah tersebut merupakan langkah yang efektif dalam meningkatkan keuntungan dan menurunkan biaya operasional. Selain kasus diatas, pihak manajemen bank dapat menganalisis pemasaran kartu, perhitungan harga jual dan tingkat keuntungan terhadap pemillik kartu, deteksi terhadap potensi kecurangan, prediksi manajemen daur hidup nasabah. Segmentasi pelanggan merupakan salah satu strategi pemasaran yang efektif, dengan memahami karakteristik dan kebutuhan setiap segmen nasabah maka pihak manajemen dapat mendesain bagaimana cara memasarkan, harga, kebijakan untuk setiap produk dan layanan sehingga dapat memberikan keuntungan yang maksimal (Mawoli & Abdulsalam, 2012). Dengan penerapan business intelligence dalam proses segmentasi nasabah menjadi lebih mudah karena pihak manajemen dapat dengan mudah mengidentifikasi demografi dan geografi nasabah tetapi pihak manajemen harus meluangkan waktu dan tenaga apabila ingin mengetahui psikografi dan perilaku nasabah dan pihak manajemen perlu mengidentifikasi atribut-atribut yang diperlukan seperti umur, pekerjaan, penghasilan dan jenis kelamin dengan mudah dan pada umumnya dapat diukur dengan RFV (recency, frequency, dan value dari perilaku transaksi mereka) (Sun, 2009), (Lin, Zhu, Yin, & Dong, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang makin komplek dan efisiensi bisnis proses dengan otomatisasi kegiatan operasional membutuhkan dukungan sistem informasi. Sistem informasi perbankan perlu tetap dikembangkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan nasabah dan mengikuti inovasi bisnis, akan tetapi perlu adanya integrasi dengan sistem business intelligence sehingga pihak manajemen mendapatkan informasi yang up-to-date dan insight dari data historis.
Business intelligence pada industri retail
Mengamati pertumbuhan industri retail di Indonesia, customer relationship management (CRM) sebagai pemicu utama dalam pelaku bisnis yang cerdik untuk mendesain ulang fokus bisnis mereka pada pelanggan. Perusahaan retail pada umumnya memiliki pelanggan yang besar dan pada umumnya pelanggan memiliki keinginan yang berbeda-beda. Dengan adanya implementasi CRM maka pihak manajemen dapat mengotomatisasi interaksi dengan pelanggan dan tim penjualan serta dapat menganalisis data pelanggan yang diperoleh dari POS transaction, layanan pelanggan, dan lain-lain sehingga pihak manajemen dapat mendapatkan insight terhadap kebutuhan pelanggan dan mengembangkan hubungan one-to-one dengan pelanggan, desain dan kampanye promosi, optimalisasi tata letak produk. Analytical CRM menggunakan business intelligence tools seperti data warehousing, data mining, dan OLAP. Beberapa penggunaan dari analytical CRM adalah customer segmentation, campaign/promotion effectiveness analysis, customer lifetime value, customer loyalty analysis, cross selling, product pricing, and target marketing (Hair, 2007). Beberapa perusahaan retail mulai mengajak para pembeli yang belum menjadi member dengan menerbitkan member card, bekerja sama dengan bank dengan memberikan potongan harga, dll. Pihak manajemen mulai menyadari pentingnya mendapatkan data pelanggan yang komprehensif, dimana data tersebut dapat memberikan informasi seperti karakteristik pelanggan (umur, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan per bulan), perilaku pelanggan (masukan dari pelanggan terkait produk dan layanan, rekomendasi dari pelanggan terkait produk dan layanan, produk subsitusi yang digunakan oleh pelanggan, loyalitas pelanggan terhadap layanan suatu merk suatu produk) , dan pengeluaran pelanggan (harga pembelian, kuantitas, frekuensi pembelian yang berulang, keinginan pelanggan membeli produk yang lain dan layanan dari produsen tertentu, dll) (Zhou & Lei, 2011). Berdasarkan segmentasi pelanggan yang dilakukan oleh Shuwen Zhou dan Guanghong Lei (2011) dapat disimpulkan bahwa:
1.Kategori 1 merupakan pelanggan-pelanggan yang bekerja di perkantoran sebagai profesional dan manajer dan memiliki pendidikan yang cukup tinggi, memiliki rumah dan mobil. Berdasarkan informasi yang didapat, pelanggan pada kategori ini belum memiliki bayi, pendapatan tahunan tidak terlalu tinggi tetapi mereka menyukai berbelanja terutama “fashion”. Fokus konsumsi pada kategori ini adalah kosmetik yang berkualitas tinggi, CD orisinal, majalah dan produk peralatan rumah tangga pada umumnya. Pada umumnya mereka tidak tertarik membeli makanan dan minuman karena penghasilan yang cukup tinggi. Strategi marketing yang cocok untuk kategori ini adalah memberikan kualitas produk dan layanan yang lebih tinggi untuk menarik pelanggan karena pelanggan yang berada dikategori ini tidak terlalu tertarik dengan potongan harga.
2.Kategori 2 merupakan pelanggan-pelanggan yang bekerja di pabrik sebagai pekerja dan mekanik, dan memiliki penghasilan yang cukup rendah, beberapa memiliki rumah, berbelanja makanan, keperluan rumah tangga, produk balita. sebagian besar merupakan wanita yang suka ke supermarket untuk membeli lebih banyak barang. Pada umumnya mereka tertarik terhadap diskon promosi, sehingga keuntungan tidak terlalu tinggi.
3.Kategori 3 merupakan pelanggan yang memiliki pendidikan rendah, penghasilan rendah yang hampir sama dengan pekerja pabrik. Pada umumnya mereka membeli komoditas lebih banyak pada saat diskon yang cukup besar. Strategi pemasaran untuk kategori ini adalah memberikan diskon promosi terhadap komoditas tersebut sehingga lebih menarik pelanggan.
Table 1. Contoh beberapa tipe dari segmentasi pelanggan supermarket di china
Sumber :
Penerapan business intelligence (BI) dalam area CRM, BI dapat diaplikasikan pada supply chain management (SCM). Dengan menerapkan SCM, manajemen perusahaan dapat mengefisiensikan control terhadap persediaan dan proses pembelian kepada pemasok. Data yang diperoleh pada proses pembelian dan persediaan dapat memberikan berbagai macam insight yang cukup komprehensif terhadap dinamika dalam rantai persediaan. Penerapan data warehouse pada SCM dapat membantu pihak manajemen untuk menganalisis kinerja pemasok, mengontrol tingkat persediaan (safety stock, lot size, dan lead time analysis), pergerakan produk, peramalan permintaan, dll.
Penerapan BI dalam alternative sales channel dapat meningkatkan efektivitas dalam mengelola berbagai jenis distribution channel seperti melalui internet, katalog, dll. Dengan kemajuan teknologi saat ini menyebabkan seorang pelanggan dapat berinteraksi dengan perusahaan melalui berbagai channel dalam satu periode. Sebagai contoh perkembangan tablet dan smartphone menyebabkan pihak manajemen perlu mengembangkan m-channel sehingga dapat memberikan tambahan pilihan kepada pelanggan untuk mengakses perusahaan mereka. Aplikasi dari BI dalam alternative sales channel adalah E-business analysis, web log analysis, referrer analysis, error analysis, keyword analysis, web housting, channel profitability, dan product-channel affinity.
Business intelligence pada industri pendidikan
Saat ini penerapan business intelligene pada industri pendidikan masih relatif sedikit apabila dibandingkan dengan industri perbankan, kesehatan, asuransi, dll (Lihua, Yongsheng, & Zhonglei, 2008). Penerapan business intelligence pada industri pendidikan dapat dilakukan pada proses penerimaan mahasiswa baru, manajemen pengajaran, dll (Rebbapragada, Basu, & Semple, 2010), (Liu & Zhang, 2010). Menurut Rebbapraga (2010), persaingan untuk penerimaan siswa baru semakin ketat setiap tahun dengan sebagian besar kampus menerima aplikasi penerimaan siswa dan makin selektif dalam penerimaannya. Tingkat penerimaan pada kampus ternama mencapai 10% dan ketidakpastian menyebabkan siswa yang memiliki talenta melamar pada sekolah pada lapisan yang berikutnya. Hal ini menyebabkan siswa memasukkan aplikasi ke beberapa sekolah dan setiap sekolah memiliki tenggat waktu yang berbeda. Akibatnya siswa sering menghadapi dilema pada saat mereka kehabisan waktu untuk menerima tawaran dari universitas yang lebih rendah dari prioritas mereka. Tantangan dalam admisi proses adalah proses mengidentifikasi pelamar terbaik meliputi beberapa parameter dan saat kandidat yang diinginkan teridentifikasi maka keputusan untuk menawarkan penawaran serta komposisi dari penawaran tersebut cukup susah. Selain dapat digunakan dalam proses penerimaan mahasiswa, penerapan data mining dapat digunakan untuk mendukung manajemen pengajaran. Setiap universitas mengelola nilai mahasiswa dalam jumlah besar dari berbagai fakultas yang berbeda-beda. Dengan adanya penerapan data warehouse dan menganalisa data tersebut dengan menggunakan berbagai teknik data mining, pihak pengelola fakultas dapat mengeksploitasi berbagai informasi tersembunyi dan dapat melakukan peramalan dan analisis sehingga pengelola fakultas dapat menggunakannya untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan pengetahuan.
Menurut Rebbapragada et al (2010), para peneliti yakin bahwa data mining dan teknik manajemen penghasilan dapat digunakan secara efektif untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan menggunakan data mining untuk mengembangkan model yang dapat memprediksi kualitas dari pelamar dengan menggunakan data kinerja siswa pada masa lalu berdasarkan kinerja siswa pada tahun pertama dalam hal GPA yang diperoleh dan beberapa parameter penting yang dikumpulkan dari data pelamar seperti high school GPA, SAT math score, SAT verbal score, strength of curriculum, adjusted GPA, adjusted test scores, subjective score and overall assessment score. Penelitian ini menggunakan metode neural networks karena memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan decision trees, disamping itu kemampuan neural networks dalam beradaptasi dengan perubahan kondisi membuat metode ini cocok dengan konteks penerimaan siswa baru. Model manajemen penghasilan sudah banyak digunakan oleh perusahaan di industri penerbangan dan hotel, teknik ini dapat memaksimalkan penghasilan dengan mengumpulkan harga terbaik untuk setiap bangku/sumber daya meskipun terdapat ketidakpastian terhadap permintaan dimasa yang akan datang. Pada penelitian ini menggunakan model yang dinamis yaitu markovian periods karena memiliki kemampuan untuk menangani permintaan yang datang secara acak. Tabel harga penawaran dapat digunakan sebagai referensi oleh staf admisi untuk menerima atau menolak aplikasi dari calon siswa. Tabel 1 menyediakan asumsi jumlah aplikasi yang diterima setiap minggu untuk tiga kategori selama 4 minggu, jumlah aplikasi tersebut termasuk pelamar yang diterima dan ditolak. Tabel 2 menunjukkan tabel harga penawaran untuk periode waktu dengan penambahan 4000, setiap pengumpulan 4000 periode sekitar 3.3 hari.
Tabel 1. Jumlah aplikasi yang diterima setiap minggu
Sumber : Surya Rebbapragada, at all, 2010
Tabel 2. Tabel penawaran harga.
Sumber : Surya Rebbapragada, at all, 2010
Dengan menggunakan pendekatan diatas, pihak universitas dapat langsung mengambil keputusan terhadap semua pendaftaran siswa dan pada saat yang bersamaan dapat memaksimalkan proses penerimaan dengan menerima mahasiswa terbaik pada kapasitas yang ditawarkan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zhiwu Liu dan Xiuzhi Zhang (2010), mereka menganalisis nilai mahasiswa dari beberapa mata kuliah industrial enterprise electrification di sebuah universitas untuk mengetahui koneksi nilai dari beberapa mata kuliah yang berbeda melalui teknik decision tree. tabel 3 merupakan database nilai mahasiswa berisi no urut mahasiswa, dan hasil dari beberapa mata kuliah utama (fundamental of electrical engineering-FEE, electrical machine and drive-EMD, automatic control principle-ACP, automatic control system-ACS, and higher mathematic-HM).
Tabel 3. Nilai dari mahasiswa
Sumber : Liu dan Zhang, 2010
Untuk memudahkan untuk melakukan data mining, data pada tabel 3 sebaiknya dirubah dengan kondisi sebagai berikut: jika nilai dibawah 60 maka diisi dengan 0 (tidak lulus) dan jika nilai diatas 60 maka diisi dengan 1 (lulus). Dengan menggunakan algoritma decision tree C4.5,
1.Jika nilai mata kuliah FEE (A) lulus, maka nilai mata kuliah ACS(C1) pada umumnya lulus. Tingkat akurasinya adalah 86.4% dan covering rate untuk jumlah mahasiswa adalah 59.5%.
2.Jika nilai mata kuliah FEE (A) tidak lulus, dan nilai mata kuliah EMD (B) juga tidak lulus, maka nilai mata kuliah ACS (C1) pada umumnya tidak lulus. Tingkat akurasinya adalah 85.7% dan covering rate untuk jumlah mahasiswa adalah 10%.
3.Jika nilai mata kuliah FEE (A) tidak lulus, tetapi nilai mata kuliah EMD (B) lulus, maka nilai ACS (C1) masih bisa lulus. Tingkat akurasinya adalah 81.25% dan covering rate untuk jumlah mahasiswa adalah 30.5%.
Gambar 1. Decision tree untuk mengevaluasi nilai mahasiswa
Sumber : Liu dan Zhang, 2010
Dengan pendekatan diatas dalam mengevaluasi nilai mahasiswa, maka pengelola fakultas dapat melihat hubungan antara kinerja mahasiswa terhadap mata kuliah FEE, ACS, dan EMD. Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan, pengajar mata kuliah EMD perlu memberikan perhatian yang lebih kepada mahasiswa yang tidak lulus EMD dan ACS.
Kesimpulan
Kebutuhan untuk memenuhi keinginan dari stakeholder yang makin kompleks pada industri perbankan, retail dan pendidikan memicu pihak manajemen pada industri tersebut untuk mengembangkan sistem informasi yang dapat menjawab kebutuhan tersebut. Untuk dapat menggunakan informasi yang diperoleh dari kegiatan bisnis melalui sistem informasi tersebut maka perlu dikembangkan sistem business intelligence. Sebagai tambahan untuk mengintegrasikan insight kedalam data historis, sistem business intelligence dapat memungkinkan pihak manajemen untuk mengantisipasi perilaku masa depan dari sistem dan memungkinkan pemodelan perilaku pelanggan. Karakteristik dari aplikasi sistem business intelligence untuk mendukung pengambilan keputusan yang berkualitas dan tepat waktu.
Daftar Pustaka
Dan, Z. (2008). Data Mining Application in the Banking Industry in China (1997-2007). International Conference on Information Management, Innovation Management and Industrial Engineering (pp. 240-243). IEEE.
Hair, J. F. (2007). Knowledge Creation in Marketing : The Role of Predictive Analysis. European Business Review , 303-315.
Ince, H., & Aktan, B. (2009). A Comparison of Data Mining Techniques for Credit Scoring in Banking: A Managerial Perspective. Journal of Business Economics and Management , 233-240.
Lihua, S., Yongsheng, Z., & Zhonglei, Z. (2008). Research on Data Mining in College Education. International Conference on Computer Science and Software Engineering (pp. 385-388). IEEE.
Lin, Z., Zhu, M., Yin, W., & Dong, J. (2008). Banking Intelligence: Application of Datawarehouse in Banking Operation. Service Operation and Informatics (pp. 143-146). IEEE.
Liu, Z., & Zhang, X. (2010). Prediction and Analysis for Students’ Marks Based on Decision Tree Algorithm. Third International Conference on Intelligent Networks and Intelligent Systems (pp. 338-341). IEEE.
Mawoli, M. A., & Abdulsalam, D. (2012). Effectiveness Market Segmentation and Viability of Islamic Banking in Nigeria. Australian Journal of Business and Management Research , 1-9.
Niu, L., Lu, J., & Zhang, G. (2009). Cognition-Driven Decision Support for Business Intelligence. Springer.
Rebbapragada, S., Basu, A., & Semple, J. (2010, April). Data Mining and Revenue Management Methodologies in College Admissions. Communication of the ACM , pp. 128-133.
Sun, S. (2009). An Analysis on the Conditions and Methods of Market Segmentation. International Journal of Business and Management , 63–70.
Trkman, P., McCormack, K., Valadares de Oliveira, M. P., & Ladeiraa, M. B. (2010). The impact of business analytics on supply chain performance. Decision Support System , 1-10.
Ubiparipović, B., & Đurković, E. (2011). Application of Business Intelligence in the Banking Industry. Management Information System , 23-30.
Zhou, S., & Lei, G. (2011). Application of Data Mining Technology in Membership Supermarket’s Customer Segmentation. International Conference on Business Computing and Global Informatization (pp. 181-183). IEEE.