School of Information Systems

Pentingnya Peran Softskill dalam Mewujudkan Kerangka Pembentukan User Experience

Dalam hal memberikan pengalaman yang baru bagi user atau pengguna, tentunya harus dilakukan perancangan pembentukan user experience yang mampu memberikan nilai atau value lebih bagi pengguna yang menjadi target perusahaan. Nilai atau value yang diinginkan pengguna tentu saja bukan hanya sesuatu yang sekedar memberikan sebuah “pengalaman baru” bagi pengguna. Nilai atau value yang diinginkan pengguna tidak hanya terbatas pada sesuatu yang tidak hanya memberikan pengalaman baru, melainkan juga memberikan suatu kemudahan bagi pengguna dalam mencapai tujuan yang diinginkannya. Tentunya, dalam hal menyajikan nilai atau value kepada pengguna, perlu dibangun suatu desain user experience yang terencana dengan matang.

Pada proses pembentukan suatu desain user experience yang terencana dan matang tentunya memerlukan sebuah kerangka acuan yang akan menjadi dasar atau fondasi dalam mencapai hasil yang maksimal. Kerangka acuan yang kuat tentunya harus juga berasal dari segala sesuatu hal yang berkaitan dengan target – dalam hal ini adalah pengguna. Hal-hal yang menjadi kerangka dasar acuan pembentukan desain user experience tentunya dimulai dari subjek yang menjadi target, yakni pengguna. Dari sini, kerangka lainnya dapat ditinjau dari menilik tujuan yang hendak dicapai oleh pengguna itu sendiri. Tujuan dari pengguna pada umumnya adalah memperoleh kemudahan dalam hal atau aktivitas yang dilakukannya. Dari sini juga diperoleh pemahaman bahwa pengguna dan aktivitas merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan, maka dari itu aktivitas juga merupakan komponen dalam kerangka pembentukan desain user experience. Kerangka pembentukan desain user experience yang lainnya juga termasuk konteks dan teknologi. Perlu ditinjau konteks yang sesuai dengan pengguna dan aktivitas yang dilakukannya untuk bisa mendesain user experience yang akan memberikan value tersendiri bagi pengguna. Begitu pula dengan teknologi, peran teknologi sudah sangat jelas akan memudahkan dan memberikan efisiensi waktu bagi pengguna dalam menjalankan aktivitasnya.

Berkaitan dengan topik yang akan dibahas kali ini, softskill tentunya memiliki peran yang sangat penting dalam menopang keempat kerangka dasar pembentukan desain user experience. Dalam pengembangan keempat kerangka tersebut, baik pengguna, aktivitas, konteks, dan teknologi akan membutuhkan pengadaan softskill yang memadai dan berkualitas. Jika ditinjau

secara lebih detail misalnya dimulai dari pengguna, dalam membangun suatu user experience yang berkualitas bagi pengguna, maka diperlukan suatu skill tersendiri yang harus dimiliki oleh UX designer dimana skill tersebut berkaitan dengan perasaan yakni user empathy. UX designer harus bisa berempati untuk bisa ikut merasakan hal atau aktivitas yang berhubungan dengan pengguna sehingga dengan terjalinnya sikap empati tersebut, UX designer bisa menjadi lebih “relate” dengan kebutuhan apa yang sebenarnya dibutuhkan pengguna dalam menunjang pengerjaan aktivitas yang dilakukannya. Dengan berempati, UX designer juga bisa menjadi lebih sadar bahwa ada suatu hal-hal tertentu yang sebenarnya bisa dijadikan peluang dalam rangka menyediakan kebutuhan pengguna atau memudahkan pengguna dalam menjalankan aktivitasnya sehingga mampu memberikan nilai atau value yang lebih kepada pengguna.

Soft skill lain yang berhubungan dengan pengguna adalah kemampuan dasar yang seharusya dimiliki oleh setiap orang, yakni kemampuan untuk berkomunikasi yang baik. Kemampuan berkomunikasi yang baik akan dapat memudahkan UX Designer untuk bisa berhubungan dengan baik dengan pengguna. UX designer akan bisa menangkap maksud pengguna dengan akurat dan menyampaikan hal yang dimaksudnya dengan jelas dan dimengerti. Pengguna akan menyampaikan hal-hal yang menjadi masalahnya selama ini dalam melakukan aktivitas, khusunya hal-hal yang menghambat pelaksanaan pengerjaan akivitas yang dilakukannya. Sebaliknya, UX designer akan menanggapi dengan melakukan tanya jawab seputar permasalahan pengguna tersebut. Dalam menyampaikan hal yang dimaksudkannya, UX designer perlu memiliki kemampuan komunikasi yang baik yang mampu menyelerasakan maksud yang ingin disampaikannya kepada pengguna.

Soft skill yang berikutnya adalah kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis berkaitan dengan salah satu kerangka dasar pembentuk desain user experience, yakni konteks. Berpikir kritis artinya UX designer harus melakukan peninjauan atas pemasalahan yang dimiliki oleh pengguna secara lebih mendalam. Dari tinjauan yang diperoleh, UX designer harus dapat meninjau penyelesaian atau solusi yang mampu diberikan kepada pengguna. Tidak hanya itu, dengan memiliki kemampuan berpikir kritis artinya UX designer harus bisa berpikir sebelum bertindak, melakukan pengecekan kendala dalam setiap kemungkinan ide yang dimilikinya atas upaya penyelesaian masalah yang dimiliki pengguna. Selain itu, penting pula bagi UX designer untuk bisa selalu jeli dalam mempertanyakan adanya asumsi atau kelemahan pada rancangan desain user experience yang dibuatnya. Dengan selalu mengembangkan kemampuan berpikir kritis, maka tentunya setiap langkah yang diambil oleh UX designer dalam upaya pengaktualisasian rancangan desain user experience akan lebih terukur dan terarah sehingga tidak akan keluar dari konteks yang menjadi kerangka dasar awal dari pembentukan desain user experience yang sukses.

Soft skill yang selanjutnya sama-sama berkaitan dengan kerangka pembentukan desain user experience yang sebelumnya, yakni konteks dan soft skill ini sangat menunjang pencapaian sebuah hasil akhir yang nantinya akan dicapai. Soft skill ini adalah problem solving atau kemampuan dalam pemecahan masalah. Seorang UX designer yang sukses adalah mereka yang mampu memberikan hasil maksimal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pengguna dan pemberian value lebih lewat design user experience yang diberikannya. Dengan suksesnya pemberian nilai tambahan tersebut maka artinya UX designer telah berhasil dalam menyampaikan solusi pemecahan masalah yang sesuai dengan masalah yang dimiliki pengguna. Seorang UX designer yang profesional harus bisa mengembangkan kemampuannya untuk bisa mendeteksi tipe-tipe setiap masalah yang dimiliki pengguna, menganalisis masalah tersebut, dan menyalurkan solusi yang direalisasikan lewat pembentukan desain user experience yang handal. Tidak hanya itu, seorang UX designer juga harus mampu menghubungkan tujuan dan kebutuhan pengguna kedalam bentuk design yang mempu memberikan pengalaman lebih baik bagi pengguna.

Soft skill yang terakhir adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap UX designer untuk bisa menjalankan kerangka pembentukan desain user experience yang canggih. Soft skill tersebut adalah kemampuan dalam melakukan pengelolaan data dengan baik. Dalam melakukan pengelolaan data, seorang UX designer dituntut untuk mahir dalam menggunakan teknologi terkomputerisasi dasar, yang meliputi pengolahan desain, pembentukan coding, dsb. Realisasi rancangan pengolahan desain yang sesuai adalah desain yang mampu memberikan kemudahan bagi pengguna dalam rangka menjalankan aktivitasnya dalam upaya pemenuhan tujuan yang ingin dicapainya. Desain yang mampu memberikan kemudahan bagi pengguna tentunya adalah desain yang cenderung sederhana dan tidak terlalu banyak menggunakan fitur-fitur rumit, desain yang memberikan kemudahan akses bagi pengguna sehingga mampu meminimalkan rentang waktu aktivitas yang sedang dilakukan oleh pengguna. Intinya adalah dengan memiliki kemampuan dasar pengelolaan data dengan baik, maka pengembangan kerangka desain user experience akan dapat terancang dengan optimal.

REFERENSI :

  • Batagoda, M. (2018). Usability for designers, P-A-C-T framework https://uxplanet.org/usability-for-designers-p-a-c-t-framework-20509afcff57
  • Jagannathan, R. (2021). Experience Lessons (And How They Can Improve Your Business). https://www.forbes.com/sites/forbesbusinesscouncil/2021/07/20/15-user-experience-lessons-and-how-they-can-improve-your-business/?sh=58262d924b9e
Lidya Nathalie dan Ferdianto, S.Kom, M.MSI