School of Information Systems

Penerapan, Tantangan, dan Model Biaya Untuk Menghitung Investasi Solusi Business Process Intelligence

Arta M. Sundjaja

Universitas Bina Nusantara

asundjaja@binus.edu

 

Abstrak

Dengan makin dewasanya penerapan BPA dan BI di perusahaan membuat pihak top manajemen perusahaan membutuhkan pengukuran terhadap kinerja proses bisnis. Permasalahan yang dialami oleh pihak top manajemen perusahan adalah bagaimana mengintegrasikan data-data yang berasal dari berbagai sistem dan mengolahnya menjadi sebuah informasi yang dapat mendukung dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kinerja proses bisnis. Penulis mencoba memaparkan beberapa penerapan BPI pada perusahaan di Jerman dan Australia, tantangan yang dihadapi pihak manajemen dalam perancangan, pengembangan dan penerapan BPI diperusahaan serta bagaimana mengkalkulasi dan menganalisis investasi solusi BPI.

Keyword : Business process intelligence, penerapan, tantangan, model biaya.

Latar belakang

Manajemen kinerja bertujuan untuk secara sistematis menghasilkan dan mengontrol kinerja perusahaan. Dari sudut pandang manajemen, sistem manajemen kinerja terdiri dari lima aktivitas utama yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelatihan, dan pemberian reward terhadap kinerja (Wade & Recardo, 2001). Empat karakteristik corporate performance management (CPM) adalah sebagai berikut :

  1. Berorientasi pada proses.

CPM didesain berdasarkan sudut pandang bisnis proses perusahaan dan dapat terlihat bahwa proses tersebut memastikan integrasi antara proses mendefinisikan strategi perusahaan, mengimplementasikan strategi kedalam proses bisnis, menganalisa pelaksanaan strategi dan proses, dan mengambil keputusan yang sesuai untuk menyesuaikan strategi atau proses sesuai dengan hasil analisa.

2. Berorientasi pada tujuan dan metrik.

Untuk mendukung proses pengukuran dan mengelola proses bisnis, tujuan bisnis harus cukup jelas sehingga dapat diturunkan kedalam strategi dan ditransformasikan ke metrik untuk mengendalikan dan mengukur proses.

3. Dukungan metodologi.

Metodologi manajemen seperti balanced scorecard, intellectual capital atau value based management merupakan sebuah kerangka kerja untuk menghubungkan tujuan strategis dengan metrik sehingga dapat mengendalikan dan mengukur kinerja perusahaan.  Metodologi manajemen diperlukan untuk mengintegrasikan antara proses formulasi strategi, perancangan bisnis proses dan eksekusi bisnis proses.

4. Dukungan Information Technology.

CPM tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya bantuan IT untuk mengintegrasikan dan menganalisis data kinerja sehingga dapat memfasilitasi pihak manajemen untuk dapat mengambil keputusan.

Penerapan balanced scorecard pada perusahaan untuk sebagai alat pengukuran kinerja dapat memberikan peningkatan kinerja yang cukup signifikan dibandingkan perusahaan yang belum menerapkan balanced scorecard (Andersen, Cobbold, & Lawrie, 2001; Davis & Albright, 2004; Davis & Albright, 2004; Wade & Recardo, 2001). Untuk mendukung proses pengukuran kinerja, perusahaan mengimplementasikan business process automation (BPA) untuk mengotomatisasi proses bisnis dan mengintegrasikan fungsi-fungsi yang berada di level operasional. sebuah proses bisnis didukung oleh berbagai aplikasi seperti aplikasi customer relationship management(CRM) untuk mendukung interaksi antara perusahaan dan pelanggan, aplikasi service management (SM) untuk mengkoordinasikan permintaan layanan dengan aplikasi billing system (BS) untuk penagihan, dan aplikasi human resource management (HRM) untuk mengelola karyawan. Untuk mendukung proses bisnis dengan baik, semua fungsi aplikasi perlu diintegrasikan sesuai dengan alur proses.      Dengan adanya teknologi business intelligence, data yang berasal dari berbagai aplikasi dapat diintegrasikan dalam sebuah repository pengambilan keputusan yang terpusat, menyimpan data dalam arsitektur data warehouse yang sesuai, dan mengakses data dengan menggunakan berbagai aplikasi (Watson, 2009) . Dengan bantuan teknologi business intelligence maka pihak manajemen dapat membandingkan data pelaksanaan bisnis proses dengan desain proses sebelumnya untuk meningkatkan kinerja bisnis.

Dengan semakin pentingnya orientasi terhadap proses, kebutuhan untuk mengefektifkan kontrol terhadap semua bisnis proses semakin meningkat. Merespon kebutuhan ini, konsep BPI mulai dikembangkan untuk mengumpulkan dan merekonsiliasi semua data operasional suat bisnis proses tertentu sehingga pihak manajemen dapat mengukur kinerja proses dan mengidentifikasi peluang untuk peningkatan proses.

Untuk mendalami konsep BPI pada penulisan ini, penulis membagi menjadi 3 bagian dimana bagian 1 membahas aplikasi business process intelligence (BPI) pada perusahaan (Genrich, et al., 2008), bagian 2 membahas tantangan dalam penerapan BPI (Genrich, et al., 2008; Grigori, Casati, Castellanos, Dayal, Sayal, & Shan, 2004; Mansmann, Neumuth, & Scholl, 2007), dan bagian terakhir membahas model biaya untuk menghitung investasi BPI (Mutschler, Bumiller, & Reichert, 2005).

Aplikasi business process intelligence (BPI) pada perusahaan

Meskipun penerapan process mining dapat memberikan keuntungan yang besar terhadap bisnis, tidak banyak perusahaan telah menggunakannya dalam kegiatan operasionalnya. Pada karya ilmiah yang ditulis oleh Genrich, et al, para penulis memaparkan beberapa organisasi seperti German bank, German insurance company, dan Australia utility company yang menggunakan data mengenai proses yang telah dilakukan untuk mengevaluasi kinerja dan proses mereka sehingga pihak manajemen mendapatkan wawasan yang lebih baik.  (Genrich, et al., 2008).

Tujuan penelitian mereka adalah menganalisa transaksi tunggal dalam multi-input dan multi-output untuk mengetahu deficit kinerja proses. Objek penelitian ini adalah securities settlement and clearing process. Penelitian ini bekerja sama dengan Commerzbank AG dengan menggunakan data operasional bank. Penelitian ini memperkenalkan pendekatan data envelopment analysis (DEA). Pendekatan DEA merupakan metode pengukuran efisiensi secara non-parametric dan non-stochastic. Evaluasi terhadap kinerja dari DEA berdasarkan perbandingan decision making unit dengan praktek observasi yang terbaik. Pada proyek ini, peneliti mengaplikasikan DEA pada level bisnis proses untuk menemukan pola yang tidak efisien berdasarkan transformasi sumber daya (tenaga kerja, proses, data) menjadi karakteristik hasil (biaya, kualitas, resiko, dll).  Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada hubungan untuk faktor masukan dan hasil diseluruh transaksi keamanan dan berbagai kasus sehingga dapat disimpulkan pendekatan DEA merupakan metode yang tepat untuk mengukur kinerja proses di bank. Selain itu terdapat temuan bahwa tidak adanya kesepakatan dan definisi dari sebuah bisnis proses di level perusahaan atau industri, kesepakatan seperti bagaimana menghitung transaksi atau perbandingan diseluruh perusahaan akan membantu untuk mengukur kinerja proses bisnis.

Sebuah perusahaan asuransi berskala menengah di Jerman menginginkan untuk meningkatkan pengambilan keputusan dengan mengikutsertakan informasi terkait proses bisnisnya. Yang menjadi pencetus proyek BPI ini adalah perbedaan respon yang dihasilkan pada saat pimpinan perusahaan ingin mengetahui informasi yang sama. Perbedaan respon yang dihasilkan karena tergantung sistem yang digunakan untuk mengambil informasi tersebut, hal inilah yang mencetuskan proyek pengembangan data warehouse untuk menyimpan informasi pelanggan dan kebijakan-kebijakan perusahaan.  Activity based costing memerlukan informasi terkait proses dan frekuensi aktivitas, waktu yang dibutuhkan, sumber daya dan tarif biaya. Karena tidak diterapkannya sistem pemetaan bisnis proses maka jumlah proses dan aktivitas diestimasi langsung dari data yang di sistem mainframe perusahaan. Meskipun jumlah aktivitas telah diketahui, sumber daya untuk setiap aktivitas dapat dihitung, tarif biaya untuk setiap sumber daya bisa dihitung oleh sistem akuntansi internal, tetapi sistem mainframe hanya mencatat waktu per transaksi sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memproses suatu aktivitas tidak dapat dihitung. Untuk mengatasi masalah ini, penerapan teknologi informasi seperti electronic document management system dikembangkan untuk menggantikan sistem manual dan penerapan dokumentasi pada komponen workflow di document management system. dengan perubahan ini maka informasi audit trail dapat disimpan dalam sistem sehingga dapat digunakan sebagai dasar informasi dalam perhitungan activity based costing.

Pemadaman listrik pada saat badai dan waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan merupakan masalah utama dalam kepuasan pelanggan bagi perusahaan penyedia listrik di Australia. Penelitian dilakukan pada perusahaan penyedia listrik yang dimiliki oleh negara yang mempunyai tanggung jawab terhadap distribusi dan operasi jaringan listrik sekitar 10.000 km. penelitian ini memiliki fokus pada interaksi dan kinerja layanan call centre, operation centre dan petugas lapangan pada saat terjadi badai dan pemadaman jaringan yang tidak terencana. Tujuan awal dari proyek ini adalah untuk memahami dan memitigasi akar permasalahan dari masalah komunikasi antara tiga grup saat terjadi kejadian yang tidak terduga. Masalah-masalah seperti tingginya volume data, kualitas data yang buruk dan sinkronisasi data memerlukan tantangan bagi sistem untuk mengisolasi dan menganalisis semuda data sehingga dapat menghasilkan informasi yang terkait dengan pemadaman tersebut. Tahap pertama dari analisis adalah untuk mengkonfirmasi pemahaman bersama terkait pemadaman yang makin meningkat dan permasalahan komunikasi antar bagian. Nilai pembelajaran penting bagi organisasi adalah memahami bahwa mengisolasi alur transaksi dan fokus pada efisiensi atau kinerja mungkin tidak memberikan hasil yang optimal bagi pelanggan. efektivitas pengukuran kinerja mungkin saja secara alami berdasarkan perilaku dan tidak secara langsung berhubungan dengan transaksi yang sedang dianalisa.

Tantangan dalam penerapan business process intelligence (BPI)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Grigori, et al, terdapat beberapa tantangan dalam pengembangan solusi BPI:

  1. Mengidentifikasi arsitektur dan teknologi yang dapat menghasilkan fungsi BPI (analisis, prediksi, pengamatan, pengontrolan, dan optimalisasi) dan memahami bagaimana mengaplikasikan atau memodifikasi teknologi ini untuk mencapai tujuan perusahaan.
  2. Dapat mendefinisikan konsep dan metrik yang memungkinkan analisis proses di tingkat bisnis dan kualitatif.
  3. Mengembangkan teknik untuk memudahkan bagi analis dalam menggunakan aplikasi dan mendapatkan pengetahuan yang mereka butuhkan bahkan apabila memungkinkan tanpa perlu menuliskan perintah pemrograman apapun.
  4. Memahami bagaimana interaksi antara business process management systems (BPMS) dan pengguna untuk menghasilkan laporan dan memperbaiki situasi kritikal.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Mansmann, Neumuth dan School, terdapat beberapa tantangan yang dialami oleh perancang data warehouse dalam konteks BPM :

  1. Hubungan Many-to-many antara facts dan dimensions.

Sebagai contoh dalam sebuah alur proses operasi, beberapa instrumen operasi mungkin digunakan oleh beberapa aktuator.

2. Heterogenitas pada saat menginput fakta.

Proses terdiri dari beberapa komponen yang heterogen. Pemodelan komponen sebagai tipe fact menyebabkan hilangnya properti dari subclass, sementara pemetaan subclass menjadi tipe fact yang berbeda membatasi untuk dapat memperlakukan komponen lain sebagai kelas yang sama sebagai bagian dari sifat-sifat umum.

3. Pertukaran fungsi fact dan dimension.

Surgery memiliki karakteristik dimensi seperti lokasi, pasien, dll, oleh karena itu layak untuk diperlakukan sebagai fact. Tetapi sebagai sebuah langkah kerja, surgery secara jelas memiliki peran sebagai dimension.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Genrich, et al, terdapat beberapa tantangan dalam penerapan BPI di German bank:

  1. Proses keamanan didukung oleh berbagai aplikasi untuk setiap fungsi proses yang dilakukan (pengayaan data, konfirmasi, penyelesaian transaksi, kliring dan pemesanan).
  2. Aplikasi dikembangkan dengan fokus fungsional dan sedikit sekali yang fokus pada proses.
  3. Tidak adanya dokumentasi funsional dan teknikal karena aplikasi dikelola oleh staf senior selama bertahun-tahun.
  4. Setiap aplikasi mengunakan referensi individu, terdapat referensi yang saling tumpang tindih dan unik sehingga membutuhkan pemetaan terhadap referensi antar aplikasi.
  5. Membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui database yang benar.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Genrich, et al, terdapat beberapa tantangan dalam penerapan BPI di German insurance company:

  1. Tidak adanya sumber data yang terpercaya untuk memberikan informasi kepada pimpinan perusahan pada saat ingin mengambil keputusan.
  2. Informasi terkait activity based costing yang disediakan oleh sistem yang ada saat ini tidak tepat dikarenakan sumber data dan cara menggabungkannya tidak tepat.
  3. Sistem mainframe hanya mencatat waktu per transaksi hal ini menyebabkan pihak manajemen tidak dapat menghitung waktu yang dibutuhkan untuk memproses suatu aktivitas tidak dapat dihitung.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Genrich, et al, terdapat beberapa tantangan dalam penerapan BPI di Australian utility company:

  1. Tingginya volume data yang dihasilkan pada saat pemadaman, proses identifikasi tren pada seluruh data pemadaman memerlukan analisis data yang cukup menguras tenaga.
  2. Pada beberapa sistem tidak semua data disimpan dengan baik, kualitas data yang buruk pada saat terjadinya pemadaman. Data seperti informasi pelanggan, informasi pemadaman, data-data lapangan yang terkait dengan deskripsi kualitatif mengenai pemadaman.
  3. Penyelarasan data antara contact centre, network operation centre,dan respon dari petugas lapangan merupakan masalah klasik.

Model biaya untuk menghitung business process intelligence

Menurut penelitian Mustchler, et al, saat ini perusahaan dipaksa untuk secara rutin mengoptimalkan proses layanan dan bisnis, dalam konteks penyelarasan sistem informasi dengan fokus terhadap proses merupakan hal yang penting. Penggunaan solusi BPI memang menawarkan hasil yang menjanjikan, tetapi perusahaan pada umumnya akan mempertimbangkan investasi dan keuntungan apabila ingin menerapkan solusi tersebut. Sebelum mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi biaya dan keuntungan pendekatan BPI, penulis mencoba mengilustrasikan referensi konseptual arsitektur BPI (gambar 1). Arsitektur ini terdiri dari 3 tingkatan:

  1. Integrasi data.

Process warehouse menyimpan data aplikasi dan kontrol yang dihasilkan selama proses riil berjalan, selain itu process warehouse juga menyimpan nilai estimasi referensi (turunan dari simulasi proses) sehingga dapat dilakukan analisis delta (perbandingan antara estimasi proses dan data proses riil). Dalam proses mengisi process warehouse, data yang diperoleh dari berbagai sistem informasi pendukung bisnis proses melalui proses ETL (extract, transform, and load). Data yang berada dalam process warehouse merupakan event execution logs (audit trail) yang pada umumnya tingkat kedetilan cukup bervariasi dari umum hingga detail, tergantung dari sistem informasi yang digunakan. Pada prakteknya, integrasi data log ini cukup menantang.

2. Fungsi utama.

Untuk dapat mengukur dan mengevaluasi kinerja proses, unit processing harus diagregasikan dan dihitung key performance indicator (KPI) berdasarkan data yang disediakan oleh process warehouse. Untuk dapat merespon dengan cepat terhadap proses yang kritikal, komponen notifikasi menyediakan fungsi untuk mengirimkan pesan kepada pengguna yang membutuhkan. Untuk berhadapan dengan data yang rahasia, komponen keamanan menyediakan fungsi untuk mengontrol terhadap akses pada data proses. Komponen process mining bertanggung jawab untuk mengotomatisasi pemodelan model proses (lebih optimal) berdasarkan data log. Komponen administrasi memberikan dukungan terhadap hak akses.

Picture13

Gambar 1. Referensi Konseptual Arsitektur BPI

Sumber : Mustchler, et al, 2005

      3. Visualisasi.

Komponen visualisasi menyediakan sekumpulan elemen presentasi (lampu lalu lintas atau grafik) untuk merancang bentuk presentasi yang dibutuhkan oleh pengguna (dashboard).

Dalam menganalisis biaya yang terkait dengan investasi BPI dapat dibedakan menjadi dua skenario biaya:

4. Scenario biaya 1 – total biaya kepemilikan BPI.

Analisis terhadap total biaya kepemilikian BPI dapat dibedakan menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung (gambar 2). Biaya langsung dapat dibagi menjadi empat kategori biaya: BPI software, BPI hardware, BPI support, dan BPI customizing. Biaya tidak langsung pada umumnya muncul karena penurunan produktivitas, penyebab munculnya biaya tidak langsung adalah self-support of users, informal leaning activities, dan personal customizing. Sehingga dapat disimpulkan biaya langsung lebih mudah dihitung dibandingkan biaya tidak langsung.

Picture14

Gambar 2. Klasifikasi biaya investasi BPI.

Sumber : Mustchler, et al, 2005.

Dalam praktek di dunia industri, kompleksitas dari skenario BPI dapat mempengaruhi peningkatan secara exponensial terhadap variasi biaya. W merupakan skala ekonomis atau ketidakekonomisan seiring dengan peningkatan kompleksitas scenario BPI. Dalam model biaya yang diusulkan apabila W  1, maka kompleksitas BPI adalah tinggi dan investasi BPI menunjukkan skala ekonomis.  Jika kompleksitas scenario BPI ditingkatkan dua kali lipat, biaya investasi BPI menjadi lebih dari dua kali lipat. W = 1 menjelaskan skenario BPI standar dengan ekonomis dan ketidakekonomisan menjadi seimbang. Jika W ≥ 1, kompleksitas BPI adalah rendah dan investasi BPI menunjukkan ketidakekonomisan. Model biaya untuk menghitung investasi BPI dapat dilihat pada gambar 3.

Picture15

Gambar 3. Model biaya untuk menghitung investasi BPI.

Sumber : Mustchler, et al, 2005.

     5. Scenario biaya 2 – dampak dari usaha pengembangan aplikasi BPI.

Model algoritma biaya berdasarkan formula matematika untuk memprediksi efek dari peningkatan teknologi aplikasi pada daur hidup biaya dan jadwal.

Effort (person months) = A * (size)B * EM

Dimana A merupakan besaran sistem aplikasi yang dapat diukur dengan line of code, functions points or object points. B merupakan faktor skala eksponensial untuk menghitung relativitas skala ekonomis atau ketidakekonomisan dari peningkatan besaran sebuah proyek sistem. EM pada umumnya sekumpulan tambahan yang linier effort multipliers.

Model diatas dapat mencakup area yang cukup besar dalam sebuah proyek aplikasi, permasalahannya adalah model diatas tidak merepresentasikan kemungkinan dampak dari BPI. Sehingga effort multiplier yang diusulkan adalah EMbpi (gambar 4).

Picture16

Gambar 4. Penilaian Pengerak Biaya pada BPI.

Sumber : Mustchler, et al, 2005.

Kesimpulan

Artikel menggambarkan penerapan BPI pada perusahaan di Jerman dan Australia, menyoroti beberapa tantangan dalam pengembangan BPI dan pengenalan dua model biaya untuk menganalisa dua aspek yang terkait dengan investasi BPI. Kesuksesan penerapan BPI pada bank dan perusahaan asuransi di Jerman serta perusahaan listrik di Australia telah didiskusikan untuk memberikan pandangan terhadap pentingnya penerapan BPI. Beberapa tantangan dalam penerapan BPI pada perusahaan di Jerman dan Australia, pengembangan solusi BPI dan perancangan datawarehouse telah didiskusikan untuk menambah wawasan dalam pengembangan BPI yang akan datang. Dan yang terakhir adalah pemaparan terhadap bagaimana menganalisis biaya terkait investasi solusi BPI.

Daftar Pustaka

Andersen, H., Cobbold, I., & Lawrie, G. (2001). Balanced Scorecard Implementation in SMEs: Reflection in Literature and Practice. SME International Conference (pp. 1-12). Copenhagen: 2GC.

Davis, S., & Albright, T. (2004). An Investigation of the Effect of Balanced Scorecard Implementation on Financial Performance. Management Accounting Research , 135-153.

Genrich, M., Kokkonen, A., Moorman, J., Muehlen, M. Z., Tregear, R., Mendling, J., et al. (2008). Challenges for Business Process Intelligence: Discussion at the BPI Workshop 2007. 5th International Conference on Business Process Management (pp. 5-10). Brisbane: Springer.

Grigori, D., Casati, F., Castellanos, M., Dayal, U., Sayal, M., & Shan, M. C. (2004). Business Process Intelligence. Computers in Industry , 321-343.

Mansmann, S., Neumuth, T., & Scholl, M. H. (2007). OLAP Technology for Business Process Intelligence: Challenge and Solutions. 111-122.

Wade, D., & Recardo, R. (2001). Corporate Performance Management : How to build a better organization through measurement-driven strategic alignment. Butterworth-Heinemann.

Watson, H. J. (2009). Tutorial: Business Intelligence – Past, Present, and Future. Communications of the Association for Information Systems , 488-510.