School of Information Systems

Leadership Sustainability

Presiden JokoWi, WaPres JK,Kaum Elite Politik, dan Rakyat Bersatu Visi dan Aksi.
Optimasi Peranan Sistem Informasi Dalam Membangun Indonesia Jaya

Pendahuluan

Caci-maki, kutukan, dan sumpah serapah adalah kata pujian yang sering dilimpahkan oleh rakyat Indonesia ketika para pemimpin gagal memenuhi standar semu yang didambakan. Mengatasnamakan demokrasi dan kebebasan bersuara, menjadikan banyak masyarakat Indonesia kehilangan motivasi dalam membangun negeri ini. Apapun kebijakan pemerintah, selalu ada saja pertentangan-pertentangan non konstruktif dan kontra produktif yang menghambat kemajuan bangsa Indonesia. Sebagai contoh, ketika pemerintah menaikkan harga jual eceran Bahan Bakar Minyak menjadi Rp6.500,00 per liter, terjadilah geger luar biasa, seakan Indonesia akan bangkrut dan kiamat. Ketika pemerintah hendak memerangi pencuri ikan di lautan nusantara, beberapa rakyat mengatakan bahwa hal tersebut hanya upaya cari muka dan pencitraan. Dan, ketika program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dicanangkan, beberapa masyarakat megeluhkan mekanisme pencairan dana yang lambat, seakan BPJS adalah program yang percuma dan hanya program “janji palsu” oleh pemerintah. Dan masih banyak lagi perilaku-perilaku kurang baik dari rakyat yang mendemotivasi intensi pemerintah untuk melanjutkan perjuangan mulia bagi negeri ini.

Sebagai seorang pemimpin (leader) hal-hal tersebut memang kerap terjadi dan dirasakan. Pahit, getir, dan rasa kecewa yang menghilangkan semangat akan selalu datang dan menghujam. Demotivasi tidak hanya terjadi pada kalangan follower (pengikut/rakyat), sebab pada dasarnya pemimpin tetaplah seorang mahluk sosial yang dinamakan sebagai manusia. Dan sudah secara naluriah bahwa setiap manusia memerlukan pengakuan dan penghargaan atas setiap usaha yang telah dilakukan(Halvorson, 2014). Secara umum, kita mengetahui bahwa sudah menjadi konsekuensi bagi seorang pemimpin apabila ia selalu menerima kritik, sangkalan, dan hujatan dalam setiap aspirasi maupun tindakannya. Lebih lanjut, terdapat fakta dan potensi kecenderungan bahwa para pemimpin tidak selalu menyelesaikan pekerjaan yang ia mulai. Hal tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor, namun faktor yang paling fundamental adalah mengenai waktu(Ulrich & Smallwood, 2013).

Di dalam kehidupan, apabila kita menganalogikan kematian sebagai variabel konstan, maka waktu adalah suatu variabel yang selalu bernilai positif. Dengan kata lain, seiring perkembangan zaman, nilai waktu akan terus bertambah menuju pada suatu titik puncak (ceiling point) yang mana suatu kondisi tidak akan berkembang lagi melainkan berhenti pada suatu masa tertentu. Sebagai contoh, pada era sebelum zaman milenium, Telkom merupakan dominator pasar telekomunikasi di Indonesia. Hampir semua perumahan kalangan ekonomi kelas menengah hingga atas, memiliki saluran pesawat telepon (fixed line). Fasilitas telepon umum dan bisnis Warung telepon (WarTel) dapat dengan mudah ditemui di setiap persimpangan jalan. Saluran internet rumahan hanya dapat diakses melalui jaringan telepon (Telkom Net Instan). Namun, apabila kita menilik zaman di tahun 2015 ini, banyak fenomena yang menumbangkan dan menggeser paradigma lama. Saat ini, sangat banyak orang dari berbagai kalangan ekonomi memiliki telelpon genggam yang canggih. Fasilitas telepon umum dan WarTel sudah mulai bertumbangan. Dan yang paling menarik ialah, saat ini kita dapat menelpon seseorang melalui saluran internet. Segala sesuatu telah berubah, waktu adalah dinamis.

Sama halnya dengan kepemimpinan, sejatinya kepemimpinan adalah mekanisme untuk mempengaruhi, memotivasi, dan membawa serta orang lain untuk bekerja bersama dalam membangun sukses dari organisasi di mana mereka berada(House, Javidan, & Dorfman, 2001). Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, sampai kapankah pemimpin yang sama akan terus menahkodai kesuksesan kapal yang sama? Apakah kepemimpinannya dapat ditiru dan diterapkan oleh para pemimpin yang menggantikannya? Apakah gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin harus disesuaikan dengan perkembangan zaman? Leadership sustainability (LS) merupakan konsep yang dibangun untuk menjawab beberapa pertanyaan tersebut.Ulrich dan Smallwood(2013) menyatakan bahwa salah satu hal yang paling sulit dilakukan oleh para pemimpin ialah melakukan perubahan. Ulrich dan Smallwood menyebutkan bahwa hambatan utama dalam proses perubahan adalah melakukan pergerakan dari tahap aspirasi menjadi aksi. Atau dengan kata lain, banyak pemimpin yang gagal merealisasikan ide, strategi, dan rencana mereka ke dalam bentuk pelaksanaan. Ulrich dan Smallwood menambahkan, adalah hal yang mudah bagi seseorang untuk mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan namun adalah sulit untuk melaksanakan dan menyelesaikan apa yang direncanakan.

Saat ini fokus Indonesia adalah membangun kekuatan ekonomi dan perbaikan struktur perilaku dari masyarakat. Presiden dan wakil presiden Indonesia di awal kampanye pemilihan umum menyatakan dan menekankan bahwa mimpi menjadi bangsa yang besar, kuat, dan berdaulat hanya akan dapat diraih melalui kerja keras dan perilaku baik. Namun ajakan untuk meraih mimpi itu tidak semulus rencana dan perkiraan awal dari presiden, wakil presiden, dan elite politiknya. Banyak kekisruhan yang menerpa dan pada akhirnya menghambat kemajuan proses perubahan. Ulrich dan Smallwood memiliki konsep yang cukup baik mengenai formula dasar pembentuk leadership yang baik dan berkesinambungan. Konsep mengenai LS ini didasari bukan hanya untuk membangun dan menciptakan pemimpin yang secara individu memiliki kualitas tinggi, namun didasari atas tujuan untuk membangun pola pembentukan pemimpin masa depan yang selalu memiliki kualitas tinggi dan selalu membawa kesuksesan bagi organisasi yang dipimpinnya. Pada dasarnya setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang unik dan tidak dapat diwariskan(Kellerman, 2007). Namun, konsep dari leadership sustainability bukan berada pada pewarisan gaya kepemimpinan, melainkan pada pewarisan realisasi ide, aspirasi, dan strategi menjadi aksi nyata. Di mana pelaksanaan aksi adalah aspek penting dalam leadership, sebab sukses tidak dapat terlaksana apabila masih berupa konsep.

Dalam tulisan ini akan disajikan beberapa perspektif mengenai peran leadership sustainability dalam membangun Indonesia jaya melalui peranan sistem informasi. Adapun tujuh formulasi dasar pembentukan LS versi Ulrich dan Smallwood (2013) merupakan basis dari pemikiran pada tulisan ini. Populasi Indonesia yang besar, didukung dengan sumber daya alam yang besar dan berkelimpahan seharusnya dapat membentuk kekuatan ekonomi yang mengerikan. Oleh karena itu marilah kita stop melakukan kritisi kontra-produktif kepada pemerintah, dan mulai melakukan sumbangsih terhadap negeri ini dengan bekerja bersama, menyatukan visi dalam merealisasi strategi ke dalam bentuk aksi.

Robertus Nugroho Perwiro Atmojo